Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat transportasi Darmaningtyas menyarankan kontrak kerja sama penyediaan layanan transportasi massal dengan konsep Buy The Service (BTS) antara pemerintah dengan pihak operator angkutan umum minimal tujuh tahun.
Menurutnya, berangkat dari cerita dan pengalaman para operator transportasi, mereka baru bisa mengembalikan modal investasi dalam jangka lima tahun. Artinya dua tahun sisanya adalah untuk mengumpulkan keuntungan.
"Kontrak kerja sama itu nggak bisa setahun dua tahun. Rata-rata di dalam angkutan umum [kontrak] dipakai tujuh tahun karena itu memperhitungkan besar investasi sekaligus keuntungan yang bisa diperoleh oleh operator," katanya, Rabu (28/4/2021).
Sementara itu dalam hal penentuan tarif, dia menyarankan agar penyedia layanan berpatokan kepada ability to pay (ATP) dan willingness to pay (WTP).
Menurutnya, ATP dapat dijadikan acuan untuk melihat seberapa tarif yang akan membuat kelompok masyatakat kurang mampu keberatan dan akhirnya meninggalkan angkutan umum. WTP melihat tingkat layanan seperti apa dengan tarif berapa yang diinginkan golongan mampu sehingga akhirnya mereka mau meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih kenangkitan umum.
"Nanti tidak ada salahnya juga nanti BTS ini ada dua servis. Satu premium, satunya reguler. Reguler itu ditingkat awal gratis, sedangkan premium bisa berbayar," jelasnya.
Baca Juga
Sebelumnya Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) akan menghadirkan layanan angkutan massal bersubdisi atau Buy The Service (BTS) di Kota Bogor, Jawa Barat pada Juni 2021. Bus gratis ini akan diuji coba hingga akhir tahun.
Sebelum di Bogor, layanan ini telah lebih dulu hadir di Medan, Palembang, Solo, Yogyakarta, dan Denpasar. Program tersebut sudah melayani lebih dari 1 juta perjalanan masyarakat.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan saat ini pergerakan masyarakat di Jabodetabek telah mencapai 88 juta per hari sehingga perlu dilakukan upaya pergeseran dari angkutan pribadi ke angkutan umum massal.