Bisnis.com, JAKARTA - Neraca perdagangan Maret 2021 diperkirakan akan kembali surplus sebesar US$1,5 miliar, lebih rendah dari realisasi Februari 2021.
Proyeksi ini berdasarkan konsensus ekonomi yang disurvei Bloomberg minggu ini.
Kepala Ekonom BCA David Sumual memprediksi impor pada Maret tumbuh meskipun moderat karena importir masih cenderung wait and see. Selain bahan baku/penolong, impor barang konsumsi juga diperkirakan naik seiring dengan perbaikan keyakinan konsumen.
Karena pertumbuhan impor itu, David memprediksi neraca perdagangan Maret surplus US$1,1 miliar.
Prediksi peningkatan impor juga disampaikan Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana kendati melambat dibandingkan dengan kinerja Februari. Dia menilai permintaan bahan baku dan barang modal akan mendorong impor sejalan dengan prospek ekspansi manufaktur.
Terbukti, Purchasing Managers’ Index (PMI) Maret yang dirilis IHS Markit mencapai 53,2, lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Level ini juga yang tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Baca Juga
Tidak hanya itu, Prompt Manufacturing Index-Bank Indonesia (PMI-BI) memproyeksi pada kuartal II/2021, kinerja industri pengolahan ini akan lebih ekspansif di level 55,25 persen setelah mencapai level 50,01 pada kuartal I/2021.
“Secara keseluruhan, kami memperkirakan pertumbuhan impor tetap kuat pada Maret, tetapi melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya,” ujar Wisnu.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira pun memperkirakan kinerja perdagangan Maret surplus US$800-US$900 juta. Menurutnya, penyempitan neraca dipengaruhi kenaikan impor yang lebih tinggi dibandingkan ekspor. Impor yang lebih tinggi ini didorong oleh adanya kebutuhan Ramadan dan Idulfitri.