Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal berpendapat bahwa ekonomi Indonesia masih terlalu dini untuk memasuki periode supercyle.
Faisal menjelaskan, tren harga komoditas di Indonesia sempat jatuh pada masa awal pandemi Covid-19. Beberapa bulan terakhir harga komoditas cenderung mengalami peningkatan, namun, menurutnya masih jauh di bawah harga saat terjadi booming komoditas pada 2010 lalu.
“Apakah bisa disebut supercycle, menurut saya agak terlalu dini,” katanya kepada Bisnis, Rabu (7/3/2021).
Sebelumnya, pada Selasa (6/4/2021), Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memperkirakan bahwa Indonesia akan memasuki periode supercycle, yang mana akan terjadi kenaikan harga beberapa komoditas secara signifikan.
Supercycle dapat diartikan sebagai periode lonjakan permintaan untuk beragam komoditas, yang menyebabkan lonjakan harga. Kondisi ini biasanya akan diikuti oleh jatuhnya permintaan dan akhirnya harga menurun.
Faisal mengatakan, kondisi supercycle memang akan berdampak positif bagi peningkatan kerja ekspor Indonesia. Namun, dia mengingatkan kenaikan harga komoditas pada periode supercycle bersifat jangka pendek.
Baca Juga
“Harga komoditas akan naik tapi akan turun kembali, jadi jangan sampai membuat kita terlena,” tuturnya.
Faisal juga menyampaikan, jika kondisi supercycle terjadi, ekonomi Indonesia juga tidak boleh terlena dan bergantung pada kenaikan harga ekspor.
“Kondisi itu bisa membantu pemulihan ekonomi lebih cepat karena struktur ekonomi kita bergantung pada komoditas, tapi kita tidak ingin pemulihan yang jangka pendek, melainkan yang berkelanjutan dan tahan krisis,” jelasnya.