Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) meminta sejumlah stimulus kepada pemerintah agar industri properti mengalami akselerasi pemulihan di tahun ini.
Sekjen Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengapresiasi sejumlah stimulus dan insentif pemerintah yang telah ada untuk sektor properti. Namun, diperlukan tambahan stimulus lainnya agar dapat mendorong pemulihan sektor properti.
"Ini usulan kami, sejumlah stimulus yang dinilai masih perlu untuk mendorong industri properti," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (25/3/2021).
Tambahan stimulus itu yakni pemerintah mempercepat, merelaksasi, dan menyederhanakan syarat dan ketentuan pembelian perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dari Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Selain itu, percepatan terbitnya Surat Penegasan Persetujuan Pemberian Kredit (SP3K) dari perbankan hingga realisasi akad kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi khususnya bagi konsumen MBR yang meliputi skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), dan Subsidi Selisih Bunga (SSB).
Hal ini agar masyarakat dapat dengan mudah memperoleh rumah yang baik dan sehat sesuai dengan anjuran pemerintah bekerja dari rumah.
Baca Juga
Kewenangan sampai terbitnya SP3K, lanjutnya, sebaiknya dapat diproses dan diterbitkan melalui wewenang kantor cabang bank setempat untuk memudahkan konsumen khususnya MBR dan milenial cepat memperoleh rumahnya.
Agar konsumen MBR mudah memperoleh rumah subsidi, dia mengusulkan agar besaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi MBR diberi potongan dan diturunkan menjadi 1 persen final atau bisa NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) pengurang untuk perhitungan BPHTB dinaikkan menjadi sebesar nilai harga subsidi atau sampai sebesar Rp500 juta.
Untuk MBR dan milenial agar bisa tertarik memperoleh rumah dengan harga kurang dari Rp500 juta, Apersi mengusulkan agar BPHTB diberi potongan atau diturunkan menjadi 2,5 persen dari semula 5 persen.
Untuk besaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi rumah masyarakat bawah dan milenial dengan nilai di bawah Rp500 juta agar diturunkan menjadi 0 persen dari semula 10 persen.
"Selain itu, perlu kuota subsidi yang cukup bagi MBR, baik skema FLPP, skema BP2BT yang sudah direlaksasi, maupun skema SSB," ucapnya.
Daniel menambahkan saat ini juga sangat dibutuhkan kemudahan dan percepatan pengembang rumah subsidi memperoleh pembiayaan modal kerja, baik kredit kepemilikan lahan (KPL) dan kredit konstruksi griya (KYG) dari perbankan bagi pengembang perumahan subsidi bagi MBR. Selain itu, sangat diperlukan subsidi kredit konstruksi bagi pengembang perumahan subsidi.
"Ada masalah saat ini, ada sekitar 3.100 unit stok rumah subsidi yang belum bisa diakad KPR subsidinya, akibat sistem di PPDPP / PUPR belum bisa mengakomodasi hal ini," tuturnya.