Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Arif Budisusilo

Jurnalis Senior Bisnis Indonesia Group

Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia (2009-2016) dan Direktur Pemberitaan (2012-2020). Sejak Juli 2020, ditugaskan sebagai Presiden Direktur Solopos Group dan Harian Jogja. Menulis isu ekonomi makro, manajemen dan inovasi, serta perkembangan industri media. Twitter @absusilo, IG: arif_budisusilo

Lihat artikel saya lainnya

Ngobrol Ekonomi: The Chinese Way

Bahkan, seorang Presiden Amerika Serikat pun, sampai melancarkan perang dagang secara terbuka terhadap China.
Kereta cepat China/Reuters
Kereta cepat China/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Saya ingat persis, beberapa tahun lalu, tak lebih dari dua dekade, kita seperti alergi bila mendengar produk China. Asumsi kebanyakan, dan dipersepsikan, kualitasnya jelek. Namun hari ini, semuanya berbalik. Dunia seolah memiliki ketergantungan yang besar terhadap China.

Bahkan, seorang Presiden Amerika Serikat pun, sampai melancarkan perang dagang secara terbuka, untuk mencoba mengikis kedigdayaan rantai pasok China, yang semakin 'mendominasi' ekonomi Amerika.

Namun, alih-alih memenangi perang dagang, Donald Trump, sang presiden itu, gagal terpilih lagi untuk memimpin kembali Amerika dalam periode kepresidenan kedua. Ia dikalahkan politisi veteran Joe Biden, wakil Presiden saat Barack Obama menjabat Presiden Amerika.

Dan China semakin melenggang dengan kemajuannya. Bahkan dalam mengelola wabah Covid-19, pandemi paling menakutkan dan 'mematikan' di dekade ini. China nyaris unggul segalanya. Sedikit kasus dengan fatalitas yang rendah. Dan bisa 'jualan' vaksin lebih cepat dari negara-negara lain.

Di luar itu, ekonomi China tetap melaju tumbuh positif. Tahun lalu, ekonomi China tumbuh 2,3 persen, di saat hampir semua negara (kecuali Vietnam yang tumbuh 2,5 persen) di seluruh dunia terpuruk. Negara-negara adidaya ekonomi dunia, seperti Amerika terkapar. Eropa terpuruk. Begitu pula Jepang. Juga Indonesia, yang mengalami resesi dengan pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen.

Namun, China tidak. Berkat penanganan pandemi yang cepat, setelah pengalaman sebelumnya dalam mengelola wabah SARS pada 2003, ekonomi China selamat.

Dan bukan itu saja. Tak banyak yang tahu, China hari ini sedang ngebut dengan proyek baru, untuk membuat ikon baru di mata dunia. Kereta cepat. Ya, China tak diragukan lagi bakal menjadi raja kereta cepat dunia.

Ceritanya tak sengaja, saat sedang di rumah awal pekan ini, saya melihat di kanal Discovery Channel yang tengah melaporkan peradaban baru China itu. Laporan tersebut membuat saya nggak beranjak ke urusan lain. Menyimak, ingin tahu.

Saat ini, China tengah ngebut menuntaskan jalur kereta cepat yang akan jadi ikon baru itu: jalur spektakuler Beijing-Zhangjiakou.

Zhangjiakou adalah kota di sebelah utara di kaki pegunungan tembok besar China di Provinsi Hebei, yang akan menjadi tandem Beijing sebagai tuan rumah Olimpiade musim dingin tahun 2022. Setahun lagi. Karenanya, proyek kereta cepat itu harus dikebut.

Olimpiade Musim Dingin Beijing-2022 itu akan digelar pada bulan Maret, bertepatan dengan Tahun Baru Imlek. Zhangjiakou akan menjadi kota yang mempesona karena banyak pertandingan luar ruang digelar di kota itu dengan latar belakang Tembok Besar China.

Maka, konektivitas Zhangjiakou-Beijing menjadi prioritas utama. Apabila jalur kereta cepat itu rampung dan beroperasi, jarak Beijing-Zhangjiakou yang sekitar 200 km akan ditempuh maksimal hanya 50 menit saja.  Saat ini, dua kota itu ditempuh dalam waktu kira-kira 3 jam.

Proyek yang dimulai tahun 2016 tersebut bukan kerjaan gampang. Harus menembus zona pegunungan, yang di atasnya terdapat warisan sejarah yang menjadi keajaiban dunia: Tembok Besar China alias the Great Wall.

China memang harus ngebut, agar perpindahan atlet yang akan bertarung di Olimpiade musim dingin itu menjadi lebih mudah dan cepat. Juga nyaman.

Mimpi otoritas China jelas. Jalur Beijing-Zhangjiakou itu akan menjadi sebuah kebanggaan China. Selain ada terowongan menembus pegunungan di bawah Great Wall, juga ada banyak jembatan dan jalur layang sepanjang 15 km.

Pengerjaannya tentu tak mudah, karena konstruksi jalur itu harus sekaligus melestarikan warisan sejarah, yang merupakan satu dari tujuh keajaiban dunia. Maka, tak heran proyek yang sudah dicanangkan tahun 2016 itu baru akan kelar tahun ini.

Tentu amat berbeda dengan proyek kereta cepat Beijing-Shanghai sepanjang 1.300 km lebih (kira-kira sejauh Jakarta-Bali), yang selesai hanya dalam dua tahun, karena nyaris tak banyak kendala topografi dan geologi.

Dengan proyek Beijing-Zhangjiakou itu, China yang kini dihuni 1,4 miliar penduduk, akan memiliki jalur kereta cepat sepanjang 35.000 km. Lihat angka itu, saya kok jadi ingat proyek listrik 35.000 MW yang dicanangkan Jakarta. Saya nggak tahu bagaimana kabarnya.

Bandingkan pula dengan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung, yang kini hampir selesai. Panjang jalurnya 'hanya' 142 km. Ini adalah jalur kereta cepat pertama milik Indonesia, yang direncanakan mulai beroperasi tahun depan atau paling lambat awal 2023. Itu pun dibangun setelah terlalu banyak tarik ulur dan pro-kontra.

***

China tentu bangga bukan semata lantaran memiliki jalur kereta cepat terpanjang di dunia yang dibangun dalam waktu relatif singkat. Keraguan dunia bahwa keahlian kereta cepat hanyalah milik Eropa (terutama Prancis dan Jerman) serta Jepang, kini terpatahkan.

China membuktikan bahwa negeri itu mampu mengembangkan craftmanship-nya sendiri dalam belantara kereta cepat. Bukan sekadar infrastrukturnya, tetapi juga teknologi sekaligus sumberdaya manusianya. Ini berkat riset yang kuat, komitmen sekaligus pelatihan yang masif.

Itu semua disiapkan dalam waktu relatif singkat selama dua dekade terakhir. Mimpinya adalah, China akan menguasai 'balapan' kereta cepat tercepat di dunia.

Dari sisi infrastruktur, sudah terbukti China mampu membangun 35.000 km jalur kereta cepat dalam tempo relatif singkat. Selain menembus pegunungan, juga banyak jembatan dan jalur layang. Sedikitnya, 60 persen jalur kereta cepat China dibangun melewati jembatan atau elevated.

Dari sisi keretanya, bahkan kini China telah siap meluncurkan versi terbaru kereta cepat yang dinamakan Fuxinghao. Jepang, yang lebih 'senior' dalam urusan kereta cepat, terlebih dahulu memiliki "kereta peluru" yang dinamai Shinkansen.

Fuxinghao diklaim mampu berhemat energi hingga 17 persen per 100 km jarak tempuh. Kereta sepanjang 209 m itu telah melewati serangkaian proses uji dan siap pakai.

Otoritas China tampaknya tidak main-main dalam balapan kereta cepat dunia. Bukan sekadar menetapkan standard yang semakin tinggi untuk kecepatan, tetapi juga kenyamanan, dan tentu saja keselamatan, melalui serangkaian uji laboratorum yang dilakukan.

Untuk kenyamanan, China mengembangkan rel dengan sedikit pengelasan. Panjang ruas rel adalah 500 meter, sehingga penumpang akan merasa nyaman duduk di atas kereta yang melaju hingga lebih dari 300 km per jam.

Untuk menjaga standard keselamatan, jalur kereta cepat China diawasi dan diperiksa secara reguler. Pemeliharaan jalur yang mencakup rel serta jaringan kelistrikan, dilakukan tiap hari antara jam 00.30 hingga jam 04.30 dini hari, mengingat kereta harus jalan dari pagi hingga malam hari. Banyak sekali tim atau regu ditugaskan bersamaan, dengan bantuan teknologi, untuk memelihara jalur sepanjang 35.000 km itu.

Tentu semuanya itu didukung ketersediaan sumberdaya manusia terlatih, yang digembleng di  Pusat Pelatihan Kereta Cepat Wuhan serta riset sejumlah Universitas di China.

Dan dari pengalaman saya, beberapa kali bersama keluarga naik kereta cepat China dalam perjalanan Beijing-Shanghai bolak-balik maupun Shanghai-HangZhou serta Beijing-Tianjin, semua jalur itu nyaman dan tepat waktu. Tidak ada kebisingan dalam kabin, dan relatif tidak terasa goyangan sepanjang perjalanan.

Tak heran, trust terhadap kereta cepat China semakin meningkat. Sejumlah negara bahkan bekerjasama dengan China dalam membangun kereta cepatnya, termasuk Indonesia. Dan di China sendiri, kereta cepat sudah mengangkut 1,7 miliar penumpang setiap tahun.

***

Jangan salah kira. Tentu saya tidak bermaksud mengikis rasa nasionalisme kita, ketika harus memuji kemajuan bangsa lain yang dianggap negara sosialis itu. Itu semata-mata untuk bahan pelajaran dan perenungan. Mumpung masih dalam suasana Imlek, Tahun Baru China.

Buat saya, kendati ideologi China adalah sosialis dengan sistem pemerintahan otoritarian, namun China menjalankan ekonominya dengan jalan kapitalis sejati. Banyak ahli menyebut semua itu sebagai Cara China alias The Chinese Way.

Sudah terbukti, bahkan Presiden Donald Trump pun sampai tak mampu menahan diri untuk memerangi China dalam urusan ekonomi, yang membuat seluruh dunia gonjang-ganjing. Dan China tak tergoyahkan.

Maka saya heran saja kalau masih banyak orang di sekitar kita sering berteriak China komunis, seolah-olah negara itu melulu berkutat urusan ideologis. Jangan salah sangka dan kemudian terlena.

Kemajuan kereta cepat hanyalah satu contoh nyata dari banyak pencapaian ekonomi China. Dan dengan caranya, China akan mengambil alih kepemimpinan dan penguasaan ekonomi dunia dalam waktu yang tak terlalu lama.

Berkat sistem kenegaraan dan kepemimpinan yang firm, strategi ekonomi yang pragmatis dan street smart, serta stabilitas politik yang nyaris tak tergoyahkan. Jangan lupa, orang-orangnya pintar pula!

Nah, bagaimana menurut Anda? (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arif Budisusilo
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper