Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RPP Pengupahan Cipta Kerja, Pengusaha: Formulasi UMP Sesuai Kondisi Riil

Upah dalam RPP Cipta Kerja ini akan dibedakan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan tiap wilayah.
Buruh angkut menurunkan sepeda motor dari geladak kapal di Dermaga Pelabuhan Tahuna, kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Kamis (15/10/2020). /ANTARA
Buruh angkut menurunkan sepeda motor dari geladak kapal di Dermaga Pelabuhan Tahuna, kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Kamis (15/10/2020). /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha menyebutkan ketentuan penetapan upah minimum yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan bakal lebih mencerminkan kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan di daerah. Dengan demikian, penciptaan lapangan kerja bisa lebih didorong.

“Ketentuan kali ini lebih mencerminkan kondisi riil kemampuan ekonomi dan ketenagakerjaan daerah,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)  Shinta W. Kamdani saat dihubungi, Minggu (7/2/2021).

Shinta menjelaskan formula baru tidak akan menyebabkan upah minimum menjadi fluktuatif atau makin tertekan. Dia pun memastikan penetapan akan mengacu pada data-data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

“Dengan adanya tiga variabel berupa paritas daya beli, penyerapan tenaga kerja, dan media upah, ini bisa mengurangi kesenjangan upah minimum antar wilayah,” lanjutnya.

Selain mengurangi kesenjangan, formula baru diyakini juga akan memacu pertumbuhan upah minimum di wilayah yang relatif masih rendah dibandingkan dengan standar hidup di wilayah tersebut. Formula baru ini juga disebutnya bisa menahan laju pertumbuhan upah minimum di wilayah yang sudah terlalu tinggi dibandingkan dengan standar hidup.

Berbeda dengan regulasi pengupahan sebelumnya, RPP Pengupahan menyebutkan upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, sedangkan upah minimum kota/kabupaten ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi kota/kabupaten yang bersangkutan.

Adapun kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang dimaksud mengacu pada variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah yang datanya bersumber dari BPS.

Ketentuan ini berbeda dengan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan yang menyebutkan upah minimum mengacu pada standar kehidupan layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, penyesuaian upah minimum setiap tahun pun dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Dihubungi terpisah, Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Dinar Titus Jogaswitani mengemukakan formulasi baru akan diterapkan pada kabupaten/kota yang belum memiliki upah minimum kota/kabupaten.

“Jadi jika daya beli di daerah tersebut makin bagus, upahnya akan mengikuti. Kalau tingkat pengangguran sedikit artinya penyerapan tenaga kerja bagus, dengan demikian upah juga lebih baik,” kata Dina saat dihubungi, Minggu (7/2/2021).

Variabel baru dalam penghitungan UMP yang didasari atas survei BPS ini disebut Dinar juga akan merefleksikan tingkat kemampuan pengusaha memberi upah pada pekerja pemula. Selain itu, formulasi terbaru dia sebut akan lebih adil, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja.

“Ini nantinya akan lebih adil. Sebelumnya ketika daya beli suatu daerah rendah tetapi UMK harus lebih tinggi dari UMP, perusahaan tidak mampu bayar. Padahal tidak ada penangguhan,” kata Dinar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper