Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dua Tahun Sepi, Industri Tekstil Akhirnya Mulai Tambah Mesin

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) akhirnya mulai melakukan ekspansi setelah terpuruk bertubi-tubi akibat terjangan banjir produk impor hingga krisis pandemi yang tak menekan kinerja produksi.
Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri  di Jakarta, Rabu (1/7/2020). /ANTARA-M Risyal Hidayat
Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri di Jakarta, Rabu (1/7/2020). /ANTARA-M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) akhirnya mulai melakukan ekspansi setelah terpuruk bertubi-tubi akibat terjangan banjir produk impor hingga krisis pandemi yang tak menekan kinerja produksi.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan secara data riil kinerja pada 2020 memang belum dirili tetapi secara survei internal anggota API pada kuartal IV/2020 utilisasi sudah menunjukkan peningkatan yang baik. Sementara sebelum itu ditekan Covid-19, utilisasi rerata industri TPT hanya dikisaran 20 persen.

Hal itu karena sejumlah peritel yang tutup dan sepi, juga penguncian sejumlah negara yang membuat ekspor terganggu. Namun, upaya pemerintah khususnya kementerin Perindustrian yang mulai menata kembali perniagaan impor sudah mulai membuahkan hasil.

"Akhir tahun lalu sudah masuk di atas 15 mesin printing dan akan ditambah 36 mesin yang sudah kontrak dan masuk pada kuartal I/2021 ini. Penambahan mesin itu terjadi tentu karena utilisasi sudah full dan ini tidak terjadi pada periode 2018 hingga 2019," katanya dalam diskusi virtual CORE Indonesia bertema Agenda Reindutrialisasi Pasca Pandemi, Selasa (20/1/2021).

Jemmy mengemukakan upaya menahan laju importi nakal juga mulai terlihat dari hasil neraca perdagangan industri TPT yang surplus US$3,5 miliar per Oktober 2020 sedikit lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya di angka US$3 miliar.

Meski demikian, setidaknya masih ada empat tantangan yang dihadapi industri TPT dalam negeri saat ini.

Pertama, melemahnya demand pasar dalam negeri karena pangsa pasar yang direbut barang impor akibat regulasi kemudahan impor.

Kedua, konsumsi produk dalam negeri rendah karena didominasi produk impor.

Ketiga, unleveled playing field antara Indonesia dengan negara pesaing atau China, India, Bangladesh, dan Vietnam.

Keempat, perlunya peningkatan investasi di sektor hulu produsen bahan baku untuk mengrangi impor.

"Kami juga telah mengusulkan pengetatan pemberian izin pemohon impor dengan mewajibkan lampiran tagihan listrik dan BPJS sebagai upaya minimalkan kecurangan dan penerima izin impor bukan pengusaha yang hanya memiliki ruko," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper