Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beras Murah Vietnam Masuk ke Pasar, Ini Penjelasan Kemendag

Kementerian Perdagangan sedang melakukan pengetesan untuk mengukur kualitas beras yang dijual dengan harga murah tersebut.
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). Bisnis/Nurul Hidayat
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono memastikan importasi beras asal Vietnam yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang telah dilakukan sesuai prosedur.

Dia menyebutkan permasalahan soal peredaran beras impor murah ini bermula dari dugaan pengoplosan oleh oknum pedagang. 

“Kalau dari proses importasinya kami lihat tidak menyalahi aturan. Memang beras khusus itu memang diberikan izinnya, hanya pasarnya berbeda,” kata Veri kepada Bisnis, Selasa (19/1/2021).

Temuan awal Ditjen PKTN memperlihatkan bahwa beras jenis Jasmine memang beredar dengan merk Dragon Brand. Beras ini dijual dalam kemasan 25 kg dengan harga per kilogramnya di kisaran Rp16.000 sampai Rp19.000 per kilogram (kg) atau setara dengan kualitas premium.

Pada saat yang sama, ditemukan pula beras dengan merk Jasmine Bangkok yang dibanderol dengan harga Rp9.000 per kg. 

“Ada dugaan pengoplosan antara beras Jasmine tersebut dan beberapa jenis beras lain. Inilah yang dijual murah dan berpotensi merusak harga beras lokal. Jadi dioplos kembali oleh oknum pedagang kemudian di dalam kemasan baru lagi,” paparnya.

Veri mengatakan saat ini pengetesan tengah dilakukan untuk mengukur kualitas beras yang dijual dengan harga murah tersebut. Dia menduga tingkat kepecahan beras oplosan berada di atas 5 persen, batas maksimal untuk beras kualitas premium.

Jika hasil pengetesan membuktikan hipotesis tersebut, dia menjelaskan ada potensi pelanggaran aturan soal label yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam aturan ini, mutu, tingkatan, komposisi, dan proses pengolahan harus sesuai dengan label yang dicantumkan.

“Kalaupun dioplos kembali dengan label yang baru, seharusnya mengikuti ketentuan soal label. Dijelaskan asal dan tingkat kepecahannya berapa,” lanjut Veri.

Meski Kemendag tak secara eksplisit memisahkan pasar untuk beras khusus maupun beras lokal, Veri menjelaskan konsumsi beras khusus sejauh ini terbatas untuk hotel, kafe, dan katering serta untuk kelompok tertentu.

Selain itu, beras khusus impor pun seharusnya dijual dengan harga premium karena tingkat kepecahan maksimalnya adalah 5 persen jika merujuk pada aturan importasi. 

“Memang untuk dijual dipersilakan. Namun dengan harga premium untuk pasar khusus seperti horeka. Masalahnya sekarang adalah dioplos, dibuat label baru dan dijual dengan harga rendah. Ini merusak harga beras yang diproduksi petani,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper