Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri sepeda menilai tren bersepeda yang berdampak pada melesatnya penjualan sepeda pada tahun lalu dinilai dapat menjadi momentum industri dalam negeri untuk lebih maju berdaya saing.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Sepeda dan Mainan (APSMI) Eko Wibowo mengatakan pada tahun lalu permintaan mendadak melejit. Bahkan, target setahun penuh sudah terpenuhi hanya dalam setengah tahun.
APSMI mencatat sejak pandemi permintaan untuk semua kelas sepeda memang sangat tinggi. Eko bahkan menyebut hal ini baru terjadi untuk pertama kalinya sepajang 25 industri sepeda berjalan.
"Sayangnya stok tahun lalu tidak bisa memenuhi karena masalah komponen dari vendor yang kurang. Jadi kira-kira tahun lalu 6 juta sepeda terjual atau naik 30 persen dari tahun sebelumnya. Lalu, impor sepeda mulai September terhambat oleh regulasi dan mulai masuk lagi November," kata Eko kepada Bisnis, Senin (11/1/2020).
Dia melanjutkan pada saat akhir tahun sepeda mulai masuk lagi pasar dalam negeri sudah mulai melandai. Hal itu dikarenkan faktor musim hujan dan melejitnya kasus Covid-19 yang berdampak masyarakat mengurangi kegiatan bersepeda.
Untuk itu, menurut Eko, prospek tahun ini tentu akan lebih optimistis kendati target penjualan dipatok cukup moderat. Artinya, bagi Eko jika tercapai angka penjualan seperti 2020 sudah sangat cukup baik.
Baca Juga
Meski demikain, Eko menilai langkah pemerintah yang tengah merumuskan kebijakan untuk industri sepeda dalam negeri saat ini sudah sangat tepat. Apalagi jika bisa mencontoh Eropa yang bahkan memberikan subsidi pembelian sepeda pada saat pandemi agar mengurangi penggunaan tranportasi umum yang dikhawatirkan dapat meningkatkan penyebaran virus.
"Kami juga bisa mendorong hal itu tinggal cara dan pola kemudian perbaikan infrastruktur jalannya. Jika hal itu terjadi maka industri dalam negeri bisa bangkit berikut dengan industri komponennya," ujar Eko.
Eko pun berharap pemerintah juga dapat melakukan peninjauan ulang pengenaan pajak untuk impor komponen dan barang jadi khususnya dari China yang saat ini sama-sama dipatok sebesar 5 persen.