Bisnis.com, JAKARTA — Setelah pada 2020 realisasi kinerja PT Pertamina EP tidak mencapai target yang ditetapkan, anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut pada tahun ini menjalankan sejumlah strategi untuk mengoptimasi kinerjanya.
Direktur Utama Pertamina EP Eko Agus Sarjono mengatakan rencana pada tahun ini pihaknya akan melakukan aktivitas yang cukup agresif, khususnya dalam kegiatan drilling well intervention dan work over untuk memenuhi target 2021.
Namun, mengingat tekanan dari harga minyak dunia, pandemi Covid-19, dan rendahnya permintaan atau yang biasa disebut kondisi triple shock itu masih perlu diwaspadai dan dihadapi. Untuk itu, Pertamina EP tetap mengutamakan kinerja health, safety, security, enviromental (HSSE), dan protokol mitigasi terhadap Covid-19.
"Optimasi anggaran operasi, prioritisasi rencana kerja investasi, dan melakukan inovasi-inovasi untuk mencapai target 2021 yang telah disepakati," katanya kepada Bisnis, Kamis (8/1/2021).
Sepanjang 2020 realisasi produksi siap jual atau lifting minyak Pertamina EP sebesar 79.453 barel per hari. Realisasi itu hanya mencapai 97,5 persen dari target APBN sebesar 81.500 bph dan hanya mencapai 93,5 persen dari target work program and budgeting (WP&B) sebesar 85.000 bph.
Sementara itu, realisasi lifting gas Pertamina EP sebesar 857 MMScfd atau hanya 92,5 persen dari target lifting APBN sebesar 717 MMScfd dan 94,1 persen dari target WP&B 2020 704 MMScfd.
Baca Juga
Eko mengatakan bahwa sepanjang 2020 seperti halnya di industri migas lainnya, Pertamina EP mengalami triple shock yang memengaruhi kinerja Pertamina EP secara keseluruhan sehingga pihaknya harus melakukan penyesuaian kembali pada kegiatan rencana kerja yang berdampak pada volume dan lifting produksi migas.
Turunnya serapan pasar yang cukup signifikan sebagai akibat dari Covid-19, dengan kondisi banyaknya industri yang menurunkan aktivitasnya sehingga keadaan tersebut membuat Pertamina EP tidak dapat mencapai kinerja secara optimal.
"Aktivitas operasi juga dilakukan penyesuaian sesuai dengan prioritas dan perhitungan keekonomian, termasuk karena adanya pembatasan-pembatasan terkait dengan pandemi Covid-19," ungkapnya.