Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Global Meningkat, Ekspor Ban Dipersulit 

Pemeriksaan Standar Nasional Indonesia kawat ban di kepabean dinilai menghambat ekspor industri.
Ilustrasi ban
Ilustrasi ban

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) menyatakan pemeriksaan kata ban dalam produk ban ekspor di pabean telah memberikan dampak negatif. Pasalnya, kegiatan tersebut dinilai telah menghambat ekspor ban ke pasar global. 

Ketua Umum APBI Azis Pane mengatakan produk ban telah memiliki ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib. Untuk itu, menurutnya, tidak seharusnya SNI wajib kawat ban juga menjadi bahan pemeriksaan di kepabeanan. 

"Seharusnya [pemeriksaan] sesuai pos tarif saja, ban itu sudah terstandar. Kalau sudah [ada di dalam ban] sudah diuji ketahanan bead wire-nya," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/1/2021). 

Azis menyatakan adanya pemeriksaan SNI kawat ban di kepabean tersebut membuat salah satu produsen kawat ban nasional menghentikan produksinya sama sekali. Azis menyinggung dua produsen kawat ban bagi industri ban nasional, yakni PT Bekaert Indonesia dan PT Sumiden Serasi Wire Products. 

Azis menyatakan pasar ban lokal yang menyasar pasar menengah dan menengah bawah membuat kedua produsen tersebut belum mencapai standar dalam SNI wajib wire bead. Terkait hal ini, Azis menilai Bekaert mampu meningkatkan kualitasnya, tapi hal yang sama tidak terjadi pada Sumiden. 

"Ban sudah SNI wajib. Masa [karena] satu bagian dari ban harus terstandar, mau dirobek bannya. Kami akan menyurati Kementerian Perdagangan [tentang hal ini]. Kami berharap Menteri Perdagangan yang baru lebih bijak dari yang sebelumnya," ucap Azis. 

Seperti diketahui, kapasitas produksi ban kendaraan roda empat dan lebih nasional mencapai 94,7 juta unit per tahun. Adapun, permintaan ekspor berkontribusi hingga 73,15 persen dari total permintaan ban per 2019 atau sekitar 57,3 juta unit.

Azis menyatakan kontribusi permintaan pasar ekspor akan akan bertambah dengan dilanjutkannya generalized system of preferences (GSP) Amerika Serikat. Azis menilai pemeriksaan di kepabean tersebut telah menambah biaya produksi yang telah tinggi akibat kelangkaan kontainer pada Januari 2021. 

"GSP diperpanjang kemarin, tapi sekarang tertahan lagi. Jadi, kami mau lari, tapi kaki dijerat. Bagaimana kami mau besar?" katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper