Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Ritel Belum Pulih, Risiko Lebih Buruk Mengintai

Pembatasan secara masif bakal memengaruhi masa depan bisnis ritel yang tertatih-tatih ketika memasuki masa pemulihan.
Sebelum dunia dilanda pandemi Covid-19, pusat perbelanjaan di Jakarta ramai dikunjungi. Ratusan pengunjung mal mencoba permainan Ice Skeating di Pondok Indah Mal Jakarta, Selasa (25/12/2019). /BISNIS-YAY
Sebelum dunia dilanda pandemi Covid-19, pusat perbelanjaan di Jakarta ramai dikunjungi. Ratusan pengunjung mal mencoba permainan Ice Skeating di Pondok Indah Mal Jakarta, Selasa (25/12/2019). /BISNIS-YAY

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku bisnis memperkirakan industri ritel bisa menghadapi gelombang kedua keterpurukan bisnis jika wacana pemerintah untuk membatasi operasional mal dan restoran direalisasikan.

Gelombang kedua ini diyakini bakal memiliki dampak yang lebih buruk. 

“Kami sudah merasakan ancaman bisnis gelombang pertama akibat operasional yang terbatas pada masa Ramadan dan Idulfitri. Kalau ada pembatasan lagi kami akan merasakan gelombang kedua yang lebih buruk,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey saat dihubungi, Rabu (16/12/2020).

Roy mengatakan skala dampak yang lebih besar bisa dirasakan karena sektor ritel belum sepenuhnya pulih usai menghadapi PSBB sejak awal pandemi sampai awal kuartal III.

Dia mencatat indeks penjualan riil pada pada Mei yang bertepatan dengan Ramadan dan Idulfitri turun 20,6 persen secara tahunan. Di sisi lain, sektor ritel tengah mengharapkan perbaikan penjualan pada Natal dan Tahun Baru.

“Ini pertama kalinya sejak krisis 1998 indeks penjualan riil turun ketika Ramadan dan Idulfitri, padahal banyak peritel yang mengandalkan penjualan pada momen tersebut,” imbuhnya.

Wacana pembatasan operasional pada akhir tahun pun dikhawatirkan akan menimbulkan efek domino yang signifikan. Mulai dari penutupan gerai, aksi merumahkan pekerja dan pemutusan hubungan kerja yang lebih banyak, dan juga keterpurukan bisnis usaha mikro dan kecil menengah selaku pemasok ritel.

Roy menjelaskan bahwa dari 45.000 gerai ritel, baik yang berada di pusat perbelanjaan maupun mandiri, setidaknya ada 1 persen gerai yang operasionalnya terganggu akibat pandemi Covid-19. Dia mengatakan jumlahnya bisa lebih banyak jika pembatasan jam operasional diberlakukan.

“Satu persen ini yang jam operasionalnya berkurang atau tutup permanen. Di sisi lain ada 7 juta UMKM yang memasok barang ke kami. Dampak dari kebijakan ini akan sangat besar jika diterapkan,” kata Roy.

Oleh karena itu, para peritel anggota Aprindo pun mengarapkan pemerintah tidak memberlakukan pembatasan operasional mal, ritel modern, dan restoran ketika pengetatan aktivitas dilakukan.

Selain dianggap memengaruhi bisnis, Roy menyatakan bahwa lokasi-lokasi tersebut bukanlah klaster penyebaran Covid-19. Kunjungan ke pusat belanja pun cenderung turun dan tidak menimbulkan kerumunan.

“Mal dan ritel bukanlah klaster penyebaran Covid-19 karena pengunjung masih terbatas dan protokol kesehatan dengan ketat diberlakukan,” ujarnya.

Dia pun mengakui bahwa pembatasan secara masif bakal memengaruhi masa depan bisnis ritel yang tertatih-tatih memasuki masa pemulihan. Kinerja pada kuartal IV yang diharapkan mulai membaik dia sebut bisa kembali terkontraksi.

“Kondisi pada kuartal I 2021 akan sangat berpengaruh dari kondisi kuartal IV, apa lagi pada 2021 Ramadan sudah dimulai pada Maret. Realisasi mungkin jadi tidak sejalan dengan harapan kami,” kata Roy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper