Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Produk Hilir CPO Bisa Naik dengan Perubahan Skema Pungutan

Skema pungutan sendiri bersifat progresif dan mengacu pada harga sawit di pasar global.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020)./Bisnis-Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020)./Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Berubahnya skema pungutan ekspor pada produk minyak sawit mentah dan turunannya yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2020 bakal mendorong ekspor produk hilir yang lebih besar pada masa mendatang.

Hal ini terjadi lantaran besaran pungutan cenderung lebih lebih sedikit pada produk turunan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memperkirakan terjadi pergeseran pada ekspor CPO dan processed oil pada 2021 di mana ekspor minyak sawit mentah akan mengalami penurunan, sedangkan minyak olahan akan naik. Skema pungutan sendiri bersifat progresif dan mengacu pada harga sawit di pasar global.

Seperti dikutip dari lampiran PMK tersebut, pungutan ekspor CPO ditetapkan senilai US$55 per ton ketika harga komoditas tersebut berada di bawah US$670 per ton. Besaran pungutan akan naik US$5 untuk kenaikan pada lapisan pertama lalu naik US$15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar US$25 per ton. Artinya, saat harga CPO berada di rentang US$670 sampai US$695 per ton, besaran pungutan menjadi US$60 per ton. Namun untuk lapis harga US$695 sampai US$720 per ton, besaran pungutan menjadi US$75 per ton.

Kenaikan pungutan cenderung lebih rendah untuk produk turunan lain. Sebagai contoh, pungutan untuk palm fatty acid distillate (PFAD) berada di angka US$45 per ton ketika harga CPO berada di bawah US$670 per ton. Pungutan lantas naik US$5 per ton menjadi US$50 per ton untuk lapisan harga US$670 sampai US$695 per ton dan selebihnya kenaikan pungutan di setiap lapisan harga adalah US$12,5 per ton.

“Kami perkirakan untuk ekspor CPO akan turun 6 persen, tetapi secara keseluruhan ekspor CPO akan naik 11 persen yang didorong oleh kenaikan ekspor produk hilir,” kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/12/2020).

Sahat menyebutkan bahwa ekspor CPO akan terkoreksi dari estimasi 8,1 juta ton pada 2020 menjadi 7,4 juta ton pada 2021. Sementara ekspor minyak olahan nonoleokimia meningkat dari 19,8 juta ton menjadi 23,6 juta ton.

“Sementara untuk oleochemical kami perkirakan naik menjadi 5,5 juta ton. Sebelumnya hanya di kisaran 3 juta ton,” imbuhnya.

Ekspor CPO dan turunannya dia perkirakan akan tumbuh sekitar 11 persen dari 33,3 juta ton pada 2020 menjadi 36,7 juta ton.

Menurut Sahat, kehadiran pungutan ekspor yang progresif dan lebih murah pada produk hilir akan memacu perkembangan penghiliran sawit.

“Jadi, yang kita lihat itu pola pikir jangka panjang. Kalau memang kita tidak bisa ekspor CPO, jangan ekspor CPO. Kita ekspor produk lain yang mempunyai nilai tambah tinggi,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper