Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan pungutan dana perkebunan atas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dinilai sebagai sentimen positif bagi pelaku industri hilir CPO nasional.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan kenaikan pungutan ekspor CPO akan berdampak pada peningkatan konsumsi CPO domestik dan pertumbuhan harga tandan buah segar (TBS) petani sawit. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/PMK.05/2020 mengubah perhitungan pungutan ekspor CPO berdasarkan 15 kelompok harga.
"Pada 2020, [konsumsi CPO] domestik sebesar 17,4 juta ton, di 2021 [naik menjadi] 18,6 juta ton. Harga relatif konstan di US$680/ton atau Rp9.600 per kilo [dengan skema logistik] free on board dari [pelabuhan] Dumai. Untuk minyak goreng, harga jadi naik dari Rp11.000/liter ke Rp12.500/liter dengan convertion rate Rp14.300," kata Ketua Umum GIMNI Sahat Sinaga kepada Bisnis, Senin (7/12/2020).
Dengan kata lain, konsumsi CPO domestik pada 2021 akan tumbuh 6,89 persen secara tahunan. Sementara itu, harga minyak goreng akan naik 13,63 persen.
Sahat menyatakan produk olahan CPO berkontribusi sekitar 76 persen dari total ekspor minyak sawit dan turunannya. Sahat menilai angka tersebut akan meningkat pada 2021 karena adanya kebijakan pemerintah yang pro hilirisasi industri sawit.
"Saya proyeksi [total ekspor CPO dan turunannya pada 2021] 35,8 juta ton. Itu, most likely, 19-20 persen crude [CPO], sisanya atau 80 persen bisa ditopang processed [CPO], sehingga nilai tambah akan lebih baik," katanya.
Baca Juga
Sahat menyatakan proyeksi tersebut berdasarkan prediksi kontribusi produk turunan CPO dari Malaysia yang dinilai akan melemah. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh India yang akan menurunkan biaya levy CPO nasional dan menaikkan levy turunan CPO.
Alhasil, Sahat memprediksi, dinamika industri turunan CPO akan mengalami kesulitan. Pasalnya, harga CPO Indonesia yang sudah tinggi menjadi kurang menarik untuk dijadikan bahan baku oleh industri turunan CPO negeri jiran.
"Malaysia akan mengalami kesulitan karena harga CPO kita akan tinggi [pada 2021], tidak mungkin beli [CPO] dia dari Indonesia. Makanya, mangkraklah industri [turunan CPO] Malaysia," ucap Sahat.