Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan harga bahan bakar nabati murni pada 2023 masih akan lebih tinggi dari bahan bakar fosil. Namun, dampak dihasilkan oleh bahan bakar nabati dinilai akan lebih baik bagi perekonomian nasional.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Edi Sutopo mengatakan proyeksi tingginya harga bahan bakar nabati (BBN) murni berdasarkan selisih harga solar dan minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) saat ini. Berdasar situs resmi Pertamina, rentang harga solar nonsubsidi Rp9.400-Rp9.800 per liter, sedangkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendata harga CPO mencapai Rp11.685 per kilogram.
"Meskipun [BBN] agak mahal, tapi untuk ketahanan supply ke depan dan lebih ramah lingkungan. [Selain itu,] sekarang neraca perdagangan migas sudah defisit sejak 2016. Ini [salah satu tujuannya] untuk mengurangi neraca dagang [migas]," ujarnya kepada Bisnis, Senin (30/11/2020).
Kemenperin saat ini mencoba menurunkan biaya produksi BBN. Adapun, cara yang digunakan adalah mengubah bahan baku BBN ke produk yang hemat proses.
RBDPO atau refined, deodorized, bleached palm oil merupakan hasil paling akhir dari pemrosesan CPO. Secara umum, RBDPO merupakan bahan baku dalam produk oleopangan, seperti minyak goreng, margarin, shortening, dan sebagainya.
Sementara itu, BBN yang dimaksud Edi adalah green diesel yang biasa disebut D100. Sejauh ini, pembuatan D100 masih menggunakan RBDPO sebagai bahan baku utamanya.
Baca Juga
Di samping itu, IVO maupun ILO merupakan minyak nabati hasil pemrosesan tandan buah segar dengan proses yang lebih ramping. Dengan kata lain, harga IVO maupun ILO akan jauh lebih rendah dari RBDPO.
"Kalau [harga BBN] setara solar, susah. [Harga bahan bakar] fosil murah sekali, sedangkan [harga] CPO-nya mahal banget harganya. Paling tidak, perbedaanya tidak terlalu besar," ucapnya.
Edi menilai selisih yang dipersempit akan membuat BBN menjadi lebih atraktif. Pasalnya, menurutnya, penggunaan BBN membuat pemakaian kendaraan lebih ramah lingkungan.
Edi menilai kendaraan yang menggunakan BBN sebagai bahan bakar akan memiliki standar Euro 4. Seperti diketahui, mayoritas kendaraan di dalam negeri masih memiliki standar Euro 2.