Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha menyoroti dampak stimulus kebijakan selama krisis pandemi Covid-19 yang belum maksimal dan perlu ditingkatkan saat ini.
Adapun pemerintah melalui kebijakann moneter dan fiskal sejak awal pandemi Covid-19 telah menggelontorkan berbagai macam stimulus baik dalam bentuk bantuan sosial tunai hingga pengurangan berbagai beban pengusaha seperti pembebasan pajak.
Pemerintah PUN akan melanjutkan anggaran PEN pada RAPBN 2021 yakni mencapai total Rp356,5 triliun atau menurun dibandingkan PEN 2020 mencapai Rp695,2 triliun. Khusus untuk anggaran kesehatan di dalam PEN 2021 itu mencapai Rp25,4 triliun atau turun dari 2020 yang mencapai Rp87,5 triliun.
Pemerintah tahun ini rencananya akan membayar Rp3,3 triliun untuk uang muka pengadaan vaksin Covid-19 dan total mencapai Rp37 triliun untuk tahun jamak atau multiyear.
Sayangnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai berbagai upaya stimulus yang sudah ada saat ini belum berdampak maksimal. Hal itu baik untuk mempertahankan atau menstimulasi peningkatan produksi pengusaha.
"Seperti relaksasi kredit yang memang sudah berjalan baik tetapi masih perlu ditingkatkan untuk membantu karena pengusaha berharap kredit mampu menopang kinerja untuk bertahan tentu dengan suku bunga yang rendah," katanya dalam diskusi virtua; Indef yang dikutip Bisnis, Senin (30/11/2020).
Baca Juga
Shinta mengemukakan pengusaha juga peningkatan likuiditas yang ada di bank saat ini menjadi ajang perbankan untuk menyalurkan pada industri yang membutuhkan. Namun, kenyataannya dana perbankan untuk industri lebih banyak digunakan sebagai pengurang beban ketimbang stimulan peningkatan produksi sektor riil.
Menurut Shinta, hal tersebut dikarenakan esensi dari biaya pinjaman yang tidak berkurang. Belum lagi, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia yang terbukti tidak memiliki korelasi pada pengurangan bunga kredit.
"Ini yang seharusnya lebih menjadi perhatian karena kredit bank jadi tidak menarik ditambah bank juga lebih berhati-hati karena takut NPL meningkat," ujarnya.
Sisi lain, Shinta mengutip survei Bank Dunia yang mencatat saat ini mayoritas perusahaan di Indonesia belum menerima bantuan dari stimulus kebijakan yang ada karena kurangnya sosialisai.
Shinta mengatakan dalam survei Bank Dunia disebutkan dari 850 perusahaan di Indonesia hanya 7 persen yang mendapat stimulus. Dari 93 persen yang belum menerima itu, 53% persennya secara rinci menyebut alasan karena ketidaktahuan stimulus yang ada.
"Jadi memang masih menjadi PR selain peningkatan stimulusnya juga sosialisasi," ujar Shinta.