Bisnis.com, JAKARTA — Keputusan pemerintah memperpanjang stimulus fiskal berupa insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atau PPN DTP 100% untuk sektor properti, diskon tarif tol, dan subsidi transportasi umum hingga akhir 2025 dinilai belum menyentuh kelompok masyarakat dengan daya beli paling rentan.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai, arah stimulus fiskal semester II/2025 cenderung bias terhadap sektor formal dan konsumsi kelas menengah.
“Secara struktural, kebijakan ini berisiko menciptakan ketimpangan efek stimulus, karena alokasi fiskal diarahkan pada sektor yang tidak memiliki marginal propensity to consume [kecenderungan konsumsi tambahan] tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (27/7/2025).
Menurut Rizal, kelompok kelas menengah dan formal umumnya tidak serta-merta meningkatkan konsumsi meskipun memperoleh insentif. Sebaliknya, kelompok rentan dengan daya beli terbatas memiliki kecenderungan konsumsi tambahan yang jauh lebih tinggi ketika memperoleh bantuan langsung.
Dia pun menyoroti keputusan pemerintah yang menghentikan dua stimulus langsung yang sebelumnya berjalan pada semester I/2025, yaitu subsidi listrik dan bantuan subsidi upah. Kedua bantuan itu dinilai memberikan dorongan jangka pendek yang kuat terhadap konsumsi rumah tangga, khususnya kelas bawah.
“Mengabaikan kelompok ini dalam kebijakan semester II berpotensi menggerus daya beli secara agregat, memperlebar kesenjangan, dan menghambat pemulihan konsumsi domestik,” jelas Rizal.
Baca Juga
Pengajar di Universitas Trilogi Jakarta ini menambahkan bahwa efektivitas stimulus seharusnya tidak hanya dilihat dari momentum musiman seperti akhir tahun, tetapi dari seberapa besar daya dorong riil terhadap indikator makroekonomi.
Rizal mengakui bahwa insentif properti memang memberikan dampak lanjutan ke sektor konstruksi, industri bahan bangunan, serta jasa keuangan. Hanya saja, dia menilai efeknya cenderung bersifat lambat dan tidak cukup menjangkau kelompok bawah secara langsung.
“Dalam konteks perlambatan ekonomi global dan tekanan inflasi domestik, seharusnya pemerintah memprioritaskan instrumen yang langsung menjaga daya beli, bukan sekadar mendorong investasi rumah,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Rizal menyimpulkan arah kebijakan fiskal semester II kurang efektif karena meskipun menjaga stabilitas sektor formal, tetapi belum cukup progresif untuk menciptakan pertumbuhan yang merata dan inklusif.
Menurutnya, intervensi fiskal harus berpihak lebih kepada kelompok dengan efek pengganda tertinggi jika pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Bocoran Insentif Fiskal Paruh Kedua 2025
Adapun bocoran paket stimulus ekonomi untuk paruh kedua tahun ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan sejumlah program dan insentif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Maklum, pada kuartal I/2025 ekonomi tak sampai 5%, hanya tumbuh sebesar 4,87% year on year (YoY).
“Beberapa program seperti program padat karya di perhubungan, program padat karya di pekerjaan umum itu didorong untuk implementasi lebih baik,” ujarnya usai melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) Pertumbuhan Ekonomi di kantornya, Jumat (25/7/2025).
Menghadapi akhir tahun, pemerintah akan kembali memberikan diskon pada momen Natal dan Tahun Baru (Nataru). Kemudian pemerintah sepakat memperpanjang kebijakan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah atau PPN DTP properti sebesar 100% alias bebas PPN hingga akhir 2025 mendatang.
Airlangga juga menjelaskan bahwa persiapan program Makan Bergizi Gratis (MBG) turut dibahas dalam rakor tersebut untuk dapat mencapai target pada Agustus. Presiden Prabowo sendiri telah memandatkan 20 juta penerima MBG di 8.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pada Agustus 2025.
Per 1 Juli 2025, sudah ada sekitar 1.863 SPPG yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia dengan total penerima manfaat sebanyak 5,59 juta penerima. Sejalan dengan minimnya realisasi tersebut, anggaran pada semester I/2025 juga baru terserap Rp5 triliun atau 7,1% dari total alokasi Rp71 triliun untuk tahun ini.
Sementara itu, stimulus lainnya seperti diskon tiket pesawat, diskon tarif tol, dan diskon tiket kereta api akan berlanjut. Hanya saja, pemerintah tidak akan lagi memberikan bantuan subsidi upah (BSU) dan diskon listrik.
“Tidak dengan listrik. BSU kan sudah. Paling banyak [diskon] kereta api. [Diumumkan] September,” lanjut Airlangga.