Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini 5 Hal Penting PDRD pada UU Cipta Kerja, dari Izin Gangguan sampai Sanksi

Ini lima hal penting pengaturan PDRD dalam UU Cipta Kerja yang patut dipahami pemerintah daerah dan masyarakat.
Wajib pajak mengurus pajak di Pelayanan Mobil Pajak Daerah di kawasan Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/1/2019).ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Wajib pajak mengurus pajak di Pelayanan Mobil Pajak Daerah di kawasan Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/1/2019).ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA - Salah satu isi dalam Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja adalah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang masih terus dibahas.

Pemerintah daerah dan masyarakat diharapkan memahami isi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait PDRD tersebut. Pemerintah sendiri tengah menyerap aspirasi publik untuk aturan turunan klaster tersebut.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti mengatakan bahwa ada lima hal penting pengaturan PDRD dalam UU Cipta Kerja. Pertama yang menjadi isu penting dalam kalangan pengusaha adalah penghapusan retribusi izin gangguan (HO).

“Pengusaha sering sekali mengalami masalah dan mengurus ini. Dengan dihapusnya HO, maka retribusi izin gangguan dalam UU 28/2009 dihapus,” katanya pada diskusi menyerap aspirasi, Jumat (27/11/2020).

Prima menjelaskan bahwa apabila fokus pengusaha adalah nomor pertama, sisanya menjadi pokok perhatian pemerintah. Hal kedua yaitu penyesuaian tarif.

Untuk pelaksanaan kebijakan fiskal nasional dan mendukung kemudahan berusaha, pemerintah dapat melakukan penyesuaian tarif pajak dan retribusi yang berlaku secara nasional dan akan diatur lebih lanjut dalam PP.

Ketiga adalah pemberian tarif insentif fiskal oleh daerah. Pemerintah daerah dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di wilayahnya. Kemudian pemberian insentif yang sebelumnya ditetapkan dengan peraturan daerah, diubah dengan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Selanjutnya, terang Prima, adalah perbaikan mekanisme evaluasi rancangan peraturan daerah (raperda) dan pengawasannya. Evaluasi dilakukan tidak hanya untuk menguji kesesuaian raperda, tapi juga agar sejalan dengan kebijakan fiskal nasional.

Dalam hal ini, menteri Keuangan dan menteri dalam negeri yang melakukan pengawasan atas regulasi yang dibentuk. Apabila tidak sesuai dengan kepentingan umum, regulasi yang lebih tinggi, dan kebijakan fiskal nasional, kepala daerah diminta untuk mengubahnya.

“Nomor lima adalah konsekuensi dari nomor empat 4. Jika ada pemerintah daerah yang tidak ikuti rekomendasi dan memberi damage bagi fiskal secara nasional, ini secara fair kita kenakan sanksi,” jelas Prima.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper