Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri menilai Rancangan Undang Undang (RUU) larangan Minuman Beralkohol (Minol) dinilai tidak memiliki kepentingan yang mendesak untuk dibahas hingga disahkan dengan berbagai kondisi latar belakang Indonesia saat ini.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno mengatakan banyak aspek yang sudah mengatur industri ini mulai dari produksi, penyimpanan, hingga pengedaran jadi tidak perlu lagi tambahan UU untuk mengatur.
Paling utama dari sisi konsumsi, berdasarkan Balitbangkes dari total penduduk Indonesia hanya ada 2 persen yang menjadi konsumen minol. Angka itu setara dengan 1 mililiter per satu orang penduduk yang saat ini juga masih tercatat terendah se-Asia.
"Lalu apa urgensinya? kalau yang disoroti merusak moral kami sejak 2015 ada larangan minol itu bahkan sudah melakukan penelitian dengan NU hasilnya penyebab maraknya kematian akibat konsumsi minol waktu itu karena maraknya produk oplosan," katanya kepada Bisnis, Senin (23/11/2020).
Ipung mengemukakan produk oplosan didapat dari jenis metanol yang dicampur dengan minuman bersoda. Adapun metanol sejatinya bukan jenis alkohol yang diperuntukan untuk konsumsi minuman alhasil akan membuat kematian atau kebutaan pada yang mengonsumsi.
Sementara yang legal menggunakan alkohol jenis etanol yang tentu melewati beragam proses produksi untuk mendapat persetujuan tingkat regulator hingga pengawasan edar.
Baca Juga
"Belum lagi karena Covid-19 ini permintaan sudah turun 50 persen lebih, sedangkan pada tahun normal permintaan juga cenderung stagnan dan sering menurun," ujarnya.
Ipung juga menilai RUU larangan minol akan berseberangan dengan kegiatan di sejumlah daerah yang tengah mendorong minol tradisional untuk pasar global. Misalnya, arak bali dan Cap Tikus yang bahkan pembuatannya melibatkan ratusan petani karena berbahan baku nira.