Bisnis.com, JAKARTA – Keikutsertaan Indonesia dalam rantai pasok global dinilai harus terus dijar di tengah upaya pemerintah merampungkan sejumlah pakta dagang dengan negara-negara mitra.
Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan segala perjanjian perdagangan harus bisa dimanfaatkan tak hanya untuk kepentingan perdagangan semata.
“Sebelumnya ada anggapan untuk relokasi basis produksi dari China. Tapi saya lihat lebih ke diversifikasi hub. Jadi jika dulu ada pertimbangan efisiensi yang utama, namun akan mulai dikesampingkan. Tapi tentu efisiensi ini tergantung pada apa yang ditawarkan hub tadi,” kata Yose, ketika dihubungi Bisnis, Jumat (6/11/2020).
Selain itu, dalam menghadapi persaingan geopolitik yang kian meruncing di kawasan seperti sentimen perdagangan antara China-Australia atau China-India, Yose mengatakan Indonesia bisa mengambil pendekatan sentralitas Asean untuk perdagangan dan konektivitas.
Hal ini bisa dicapai dengan memanfaatkan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Asean Outlook on Indo-Pacific yang menggunakan konektivitas sebagai pilarnya.
“Kalau secara domestik, ini tidak terlalu baru, tapi saya ingin tekankan bahwa kita masih jarang menetapkan global value chain dalam kebijakan perdagangan sehingga kebijakan kita tidak sesuai dengan keinginan partisipasi yang lebih tinggi dalam global value chain,” kata Yose.
Baca Juga
Dia tak memungkiri jika peta rantai pasok global akan berubah karena persaingan kekuatan ekonomi dunia yang terus berlanjut.
Oleh karena itu, Indonesia diharapkan dapat mengikuti dinamika tersebut dengan kebijakan yang tepat. Apalagi rantai pasok global tak lagi hanya terjadi pada perdagangan barang, tetapi juga mulai merambah ke perdagangan jasa.
“Kita harus masukkan ini dalam kebijakan perdagangan kita. Jangan sampai kebijakan dagang kita hanya ditujukan untuk meningkatkan perdagangan barang saja, namun juga untuk sektor jasa,” katanya.
Di sisi lain, Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono berpandangan Indonesia tidak bisa seutuhnya mengandalkan rantai pasok global dalam kebijakan dagang ke depan.
Menurutnya, tidak semua industri di Tanah Air memiliki kompleksitas rantai pasok dan hanya segelintir saja yang masuk dalam konstelasi tersebut.
Handito menilai perjanjian perdagangan seharusnya mengakomodasi lahirnya ekspor yang efisien dengan mengandalkan produk dalam negeri dengan akses pasar yang jelas.
Dia menilai, produk-produk yang telah memenuhi kriteria tersebut mencakup produk pertanian, industri makanan olahan, industri pakaian, dan furnitur.
“Perlu juga menjadi catatan bahwa usaha skala menengah yang bergerak di sektor ini banyak. Namun mereka terkendala akses ekspor. Jika bisa didorong, otomatis akan meningkatkan utilisasi perjanjian perdagangan juga,” kata dia.
Handito pun tidak mempermasalahkan fokus negara atau mitra yang dituju untuk perundingan. Dia beranggapan produk-produk yang dia sebutkan cenderung mudah mendapatkan akses pasar.