Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah terus melanjutkan pembahasan mengenai kepatuhan atas putusan Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), usai kalah menghadapi gugatan Brasil atas kebijakan importasi daging ayam Indonesia.
“Kami masih konsultasi dengan Brasil karena sudah memasuki tahap compliance report [laporan kepatuhan]. Brasil tetap menilai Indonesia belum mematuhi 1-2 isu, tapi kami settled already dan apa yang kita berlakukan [bea masuk] itu berdasarkan MFN [most favourable nations] dan ini dibenarkan dalam perjanjian WTO,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo dalam diskusi ‘New Normal dalam Perdagangan Internasional’ Jumat (6/11/2020).
Iman melanjutkan, untuk membuktikan kepatuhan pada putusan WTO diperlukan adanya parameter tertentu. Meski demikian, dia mengemukakan pelaku perunggasan di dalam negeri tak perlu mengkhawatirkan ancaman banjirnya produk tersebut ke Tanah Air.
Kekalahan Indonesia dalam gugatan yang dilayangkan Brasil pada 2014 itu membuat pemerintah harus mengubah sejumlah kebijakan. Sejak awal pengajuan gugatan, Brasil menilai regulasi Indonesia telah menghalangi masuknya karkas ayam ke pasar domestik.
“Tapi kalau masalah banjir tidak banjir, dan ini berlaku tidak hanya untuk ayam namun produk lainnya juga, sebenarnya terserah kepada kita. Kalau kita lebih memilih membeli produk domestik, kita tidak perlu khawatir akan kebanjiran. Lagipula, ayam tersebut tidak datang sendiri ke Indonesia kecuali ada yang memesan. Tetapi jika ada pasokan di Indonesia dan memadai dari segi kualitas, saya merasa kita tidak perlu khawatir,” terang Iman.
Dia juga menyoroti bahwa masuknya produk impor bakal memacu daya saing barang yang diproduksi di dalam negeri dalam meraih pasar. Jika tidak demikian, para importir bakal lebih memilih produk impor yang dinilai lebih murah.
Baca Juga
“Kuncinya Indonesia harus jaga dan meningkatkan daya saing. Dan seperti yang disampaikan, reformasi harus dijaga, deregulasi itu harus dijaga,” kata Iman.
Sebagai pengingat, Brasil mengajukan gugatan karena menilai Indonesia secara tak langsung membatasi masuknya daging ayam asal Negeri Samba.
Ketika mengajukan komplain resmi ke WTO pada 2014, negara eksportir daging halal terbesar di dunia itu menuding Indonesia telah menutup akses pasar sejak 2009.
Terdapat total tujuh kebijakan Indonesia yang dinilai Brasil bertentangan dengan prinsip anti proteksi WTO yang tercantum dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT).
Adapun aturan main yang dianggap menghambat impor Brasil antara lain daftar positif, persyaratan penggunaan, diskriminasi dalam persyaratan label halal, pembatasan transportasi impor, dan penundaan persetujuan persyaratan sanitasi.
Berdasarkan laporan panel yang diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) pada 22 November 2017, disebutkan bahwa Indonesia terbukti melanggar empat dugaan yang disampaikan Brasil yakni terkait aturan mengenai kesehatan, pelaporan realisasi mingguan importir, larangan perubahan jumlah produk, serta penundaan penerbitan sertifikat kesehatan.
Sementara untuk tiga dugaan lain, Brasil dianggap gagal membuktikan ketentuan tersebut bertentangan dengan perjanjian WTO. Dugaan tersebut mencakup diskriminasi persyaratan pelabelan halal, persyaratan pengangkutan langsung, dan pelarangan umum terhadap impor daging ayam dan produk ayam.
Kalah dalam empat poin gugatan pun membuat pemerintah harus merevisi sejumlah peraturan sebagai wujud kepatuhan pada prinsip nonproteksi.
Hal itu dilakukan lewat penerbitan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 23 Tahun 2018 yang merupakan perubahan atas Permentan Nomor 34 Tahun 2016 tentang pemasukan karkas, daging, jeroan, dan atau olahannya ke wilayah Indonesia.
Revisi tersebut merupakan hasil dari persetujuan kedua negara setelah Brasil memutuskan untuk tak mengajukan banding atas putusan DSB.