Bisnis.com, JAKARTA - Supply Chain Indonesia (SCI) menilai aktivitas perdagangan elektronik atau e-commerce telah membuat pola distribusi barang bergeser. Dari yang terbiasa pengiriman partai besar kini menjadi partai kecil dan tersebar.
Chairman SCI Setijadi mengatakan perubahan gaya hidup yang didukung perkembangan teknologi informasi dan perubahan transaksi perdagangan mendorong peningkatan volume bisnis e-commerce. Hal ini turut berpengaruh terhadap aktivitas logistik.
"Perubahan transaksi dari BtoB ke BtoC dan CtoC dalam bisnis e-commerce mengakibatkan perubahan kebutuhan layanan logistik dari penanganan dan pengiriman barang volume besar dan terjadwal menjadi penanganan dan pengiriman barang volume kecil yang sangat tersebar, serta tidak terjadwal dan semakin sulit diprediksi," ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (3/11/2020).
Lebih lanjut, penyedia jasa logistik harus menyiapkan layanan yang lebih cepat dan lincah, sehingga harus menyiapkan dan meningkatkan kapabilitas proses dan teknologi, serta kompetensi SDM.
Pada aspek teknologi dan peralatan terangnya menjadi kian penting. Kebutuhan penggunaan armada, misalnya, berubah dari armada berkapasitas besar seperti wingbox menjadi mobil boks. Selain itu, semakin banyak dibutuhkan sepeda motor untuk pengantaran langsung ke pelanggan.
"Kecepatan analisis dan proses harus didukung dengan teknologi informasi seperti big data analytics, cloud logistics, dan internet of things, termasuk robotics and automation dalam kegiatan pergudangan," ujarnya.
Baca Juga
Perusahaan penyedia dan pengguna jasa logistik perusahaan juga perlu mengikuti perubahan pola bisnis seperti digital work, omni channel logistics, dan logistics marketplaces.
Di sisi lain, kompetensi SDM harus ditingkatkan tidak hanya meningkatkan efisiensi dan efektivitas bisnis, tetapi juga mengantisipasi perubahan pola bisnis dan perkembangan teknologi informasi.
Adapun, jelas Setijadi, pemerintah perlu memberikan dukungan kepada penyedia jasa logistik dengan memberikan insentif fiskal dan non-fiskal. Salah satunya dalam bentuk pemberian suku bunga di bawah 5 persen dengan jangka waktu yang lebih untuk pengadaan aset produktif seperti armada.
"Keringanan pajak juga perlu diberikan, seperti untuk PPN dan PBM. Pemberian insentif tersebut tidak hanya harus memperhatikan jenis dan besarannya, tetapi juga kecepatan waktunya agar tidak kehilangan momentum," urainya.