Bisnis.com, JAKARTA – Keseluruhan sentimen di pasar real estat Singapura membaik pada kuartal III/2020, tetapi sekarang mulai muncul kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya intervensi pemerintah untuk properti hunian swasta.
Perkembangan itu berdasarkan temuan dari Indeks Sentimen Real Estat yang diterbitkan oleh National University of Singapore Real Estate (NUS + RE), yang mewakili Departemen Real Estat dan Institut Studi Real Estat dan Perkotaan di universitas tersebut.
Survei kuartalan tersebut menanyakan 40 hingga 50 eksekutif senior di sektor real estat yang mengikuti dengan cermat denyut nadi di pasar.
Lebih banyak responden prihatin tentang intervensi pemerintah untuk mendinginkan pasar properti residensial dalam 6 bulan ke depan, dengan proporsi melonjak menjadi 19,2 persen pada kuartal ketiga dibandingkan dengan 5,8 persen pada kuartal kedua.
Dalam pernyataan pers pada Kamis (29/10/2020), NUS + RE mengatakan ini merupakan kenaikan secara kuartalan ke lebvel tertinggi di antara faktor risiko sentimen dalam survei terbaru.
Di sisi lain, proporsi responden yang meyakini bahwa pengetatan pembiayaan dan likuiditas di pasar utang akan menjadi faktor risiko potensial dalam 6 bulan ke depan menyusut menjadi 38,5 persen, dibandingkan dengan 46,2 persen pada kuartal sebelumnya.
Baca Juga
Hampir semua responden setuju bahwa kehilangan pekerjaan dan perlambatan ekonomi di Singapura dan secara global akan menjadi risiko utama yang dapat mengurangi sentimen pasar dalam 6 bulan ke depan. Beberapa responden mengatakan bahwa faktor risiko ini dapat menekan harga dan penjualan real estat.
Mengenai biaya konstruksi tinggi dan menganggapnya sebagai faktor risiko potensial, terdapat kenaikan proporsi yang lebih besar yaitu 76,9 persen pada kuartal III, naik dari 69,2 persen pada kuartal II.