Bisnis.com, JAKARTA - Tersendatnya roda perekonomian akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berimbas ke kinerja fiskal pemerintah.
Hal ini tampak dari kinerja penerimaan pajak yang terkontraksi makin dalam. Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp750,6 triliun atau terkontraksi nyaris 17 persen dibandingkan realisasi tahun 2019 yang mampu tumbuh tipis di angka 0,7 persen.
Hampir semua struktur penopang penerimaan pajak mengalami kontraksi yang cukup signifikan. Sebagai contoh, penerimaan pajak dari sektor manufaktur dan perdagangan masing-masing mengalami kontraksi sebesar 17,16 persen dan 18,4 persen.
Padahal, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kedua sektor ini merupakan kontributor paling dominan dalam penerimaan pajak. Bahkan jika penerimaan dua sektor ini digabungkan kontribusinya ke penerimaan pajak lebih dari 50 persen.
"Ini dikarenakan oleh PSBB yang diperketat selama minggu ketiga dan keempat bulan September," ujarnya, Senin (19/10/2020).
Sri Mulyani menambahkan kendati ada kontraksi di penerimaan pajak dan risiko pelebaran outlook defisit APBN, pemerintah masih menggunakan Perppres No.72/2020 sebagai patokan untuk memproyeksikan outlook APBN 2020. Dia juga menekankan bahwa kondisi tersebut sangat ditentukan dengan prospek perekonomian sampai dua bulan ke depan.
Baca Juga
Dalam catatan Bisnis, kontraksi penerimaan pajak tahun ini diproyeksikan akan berada di kisaran minus 12 persen - minus 14 persen. Itupun dengan catatan kuartal IV/2020 ada perbaikan ekonomi.
Angka 12 persen - 14 persen ini jauh lebih tinggi dari proyeksi pemerintah yang berada di kisaran 10 persen
Artinya, jika skenario minus 10 persen yang terjadi dan dengan asumsi belanja serta komponen penerimaan di luar pajak sesuai ekpektasi pemerintah, maka defisit anggaran pada 2020 tetap di kisaran 6,34 persen dari produk domestik bruto.
Sebaliknya, jika penerimaan pajak di angka minus 14 persen atau Rp1.146,1 triliun sementara pagu belanja tetap sama di angka Rp2.739,2 triliun & komponen penerimaan seperti PNBP serta bea cukai tetap, defisit pembiayaan APBN 2020 bisa melebar di angka Rp1.093,3 triliun atau -7,2 persen dari PDB
Pembengkakan defisit APBN tentu akan berpengaruh ke pengelolaan fiskal tahun ini maupun tahun-tahun berikutnya. Jika hal ini terjadi, proses recovery fiskal dan proses pemulihan ekonomi akan terkendala.
"Pemberian stimulus di masa pandemi menyebabkan peningkatan defisit dan utang di banyak negara. Hal ini perlu terus diwaspadai agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi ke depan," tegas Sri Mulyani.