Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah prioritas kebijakan yang dicanangkan oleh Joko Widodo untuk periode kepemimpinannya dinilai telah berjalan secara konsisten.
Meski demikian, pelaku usaha tetap menyoroti sisi penanganan pandemi yang menjadi kunci keberlanjutan dunia usaha.
“Saya rasa tidak adil jika mengevaluasi kebijakan tersebut karena dicanangkan sebelum pandemi. Kondisi sekarang tak bisa membuat kami [dunia usaha] memaksa pemerintah konsisten mengejar target,” kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) Suryani Motik kepada Bisnis, Senin (19/10/2020).
Suryani mengatakan dunia usaha sejatinya berharap pemerintah fokus pada penanganan Covid-19. Dia meyakini penanganan bakal mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia seperti yang terjadi di sejumlah negara tetangga.
“Kalau bisa dikendalikan dan diminimalisasi seperti negara tetangga ekonomi juga akan cepat pulih,” lanjutnya.
Terlepas dari catatan ini, Suryani tak memungkiri bahwa pemerintah telah menunjukkan upaya untuk mewujudkan penyederhanaan regulasi yang kerap dipandang negatif dunia usaha.
Baca Juga
Dia mengatakan pengesahan UU Cipta Kerja menjadi tonggak konsistensi itu terlepas dari kontroversi yang menyelimuti proses pengesahannya.
“Dari lima prioritas, yang sudah terlihat adalah debirokratisasi dan penyederhanaan izin dengan pengesahan UU Cipta Kerja. Yang disayangkan sebenarnya prosesnya yang cepat dan kurang melibatkan stakeholder terkait sehingga menimbulkan penolakan,” lanjutnya.
Senada, Wakil Ketua Umum kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menilai selama satu tahun pertama, pemerintahan Presiden Jokowi-Ma'ruf konsisten dalam menjalankan program kerja yang berkaitan dengan penyederhanaan regulasi dan birokrasi dengan disahkannya UU Ciptaker.
Meski demikian, Benny mengatakan program kerja transformasi perekonomian dari ketergantungan terhadap SDA menjadi industri bernilai tambah belum didukung oleh beban biaya listrik yang dinilai perlu disesuaikan untuk sektor manufaktur.
Dia menilai perlu ada penyesuaian harga listrik untuk setiap daerah yang punya sumber energi. Dengan demikian, beban yang harus dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan di sektor manufaktur bisa disesuaikan dengan ongkos yang dikeluarkan.
"Misalnya, Kalimantan Timur. Sumber energinya banyak. Kalau di situ dibangun sumber listrik ongkosnya akan lebih murah dibandingkan dengan Pulau Jawa. Otomatis industri manufaktur yang lahap listrik akan pindah dengan sendirinya. Sama dengan tujuan Presiden yang tidak hanya melakukan pembangunan terpusat di Pulau Jawa saja," kata Benny.