Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah mengganggu kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin yang akan berusia 1 tahun pada 20 Oktober 2020. Sejumlah ekonom turut menyoroti soal lima prioritas pemerintah yang seakan menjadi dilema.
Adapun, lima prioritas itu terdiri atas pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul, komitmen melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk mengakselerasi nilai tambah perekonomian, penyederhanaan regulasi lewat revisi perundang-undangan, penyederhanaan birokrasi, dan mendorong transformasi ekonomi yang tidak hanya mengandalkan sumber daya alam.
Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan pandemi Covid-19 yang menimbulkan krisis kesehatan dan ekonomi telah membuat sejumlah prioritas tersebut terpinggirkan. Padahal, publik lebih berharap agar pemerintah fokus pada penanganan pandemi.
“Melakukan berbagai reformasi pada masa seperti ini bukan langkah yang tepat karena tantangannya besar,” kata Yose saat dihubungi, Senin (19/10/2020).
Yose memberi contoh pada kasus pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang menimbulkan gelombang penolakan. Sekalipun beleid sapu jagat ini dihadirkan untuk mendukung reformasi ekonomi, implementasinya dinilai Yose akan menghadapi banyak tantangan di tengah pandemi.
“Saya pikir ke depannya prioritas ini nantinya pun kemungkinan tidak akan berlanjut. Mengevaluasinya pada masa seperti ini pun kurang tepat karena ada excuse untuk tak menjalankannya,” kata dia.
Selama setahun terakhir, kata Yose, yang patut menjadi evaluasi adalah kebijakan penanganan Covid-19 yang menurutnya masih jauh dari kata sempurna.
Dia mencatat realisasi anggaran kesehatan yang masih rendah menunjukkan bahwa tidak ada implementasi penanganan yang signifikan dalam 8 bulan terakhir. Sampai 14 Oktober, realisasi anggaran kesehatan dalam pemulihan ekonomi nasional baru mencapai Rp27,59 triliun dari pagu Rp87,55 triliun.
“Selain itu, skema bantuan sosial terlalu banyak dan tak didukung dengan infrastruktur yang mumpuni sehingga kerap ditemui penyalahgunaan,” lanjutnya.
Terpisah, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan sebagian besar program kerja yang dijalankan pada tahun pertama belum memberikan hasil yang maksimal, terutama sejak Indonesia dilanda pandemi Covid-19.
Salah satu yang ia nilai belum optimal adalah program Kartu Prakerja yang diluncurkan pemerintah untuk membangun SDM lewat pelatihan pekerja kurang terampil. Namun karena pandemi, program ini harus disulap menjadi semi bantuan sosial sehingga tidak bisa berjalan seperti tujuan awal.
"Oleh karenanya, saya melihat upaya tersebut belum sesuai dengan kebutuhan dunia usaha serta sektor-sektor yang akan dikembangkan ke depan," kata Aviliani.
Tidak sesuainya program kerja pengembangan SDM yang dijalankan pemerintah dengan kebutuhan dunia usaha, lanjut Aviliani, juga berisiko menimbulkan ketidakpastian bagi peserta yang mengikuti program dalam mendapatkan pekerjaan.
Program kerja lain yang juga dinilai belum memberikan efek positif bagi dunia adalah pembangunan infrastruktur. Aviliani mengatakan anggaran infrastruktur sebesar Rp419,2 triliun justru kontradiktif dengan keinginan pemerintah untuk mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dia memberi contoh pada kasus pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah di jalur Pantai Utara (Pantura) dan berdampak bagi pelaku usaha UMKM di sepanjang area tersebut.
"Pada saat pembangunan infrastruktur dilakukan, banyak pelaku UMKM di sepanjang [jalur] Pantura yang tergusur. Di satu sisi, pembangunan makin besar. Di sisi lain, terjadi penggusuran terhadap pelaku UMKM," lanjutnya.
Saat ini, Konsorsium Kawasan Industri Terpadu (KIT) Kabupaten Batang masih menyiapkan 4 jalur terintegrasi dengan jalur Pantura guna memudahkan keluar masuk kendaraan barang. Sesuai dengan rencana pemerintah, dari Oktober 2020 hingga Desember 2020 dilakukan pekerjaaan infrastruktur dasar.
Sementara itu, untuk program kerja transformasi ekonomi dari ketergantungan terhadap sumber daya alam (SDA) menjadi industri bernilai tambah dikatakan belum ada perubahan selama satu tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Belum ada perubahan yang signifikan untuk transformasi ekonomi dari ketergantungan terhadap SDA. Ekspor utama salah satunya masih batu bara. Baru ada perencanaan, tapi implementasinya belum," kata Aviliani.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), batu bara menjadi salah satu komoditas utama yang diekspor ke China sebagai negara tujuan ekspor terbesar. Nilai ekspor Indonesia ke China adalah US$20.439,5 juta atau 18,37 persen dari total ekspor RI periode Januari-September 2020.
Namun, program kerja pemerintah dalam menyederhanakan regulasi yang dikebut dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja dinilai sebagai salah satu upaya yang berjalan secara konsisten dalam satu tahun terakhir. Kendati demikian, aturan tersebut dinilai belum akan memberikan dampak positif sampai dengan 2020, dengan catatan pandemi Covid-19 juga benar-benar tertangani dengan baik.
Oleh karena itu, kata Aviliani, pemerintah juga perlu mempertimbangkan hal-hal yang bersifat jangka pendek terlebih dahulu. Dia memperkirakan program tersebut baru akan memberikan efeknya bagi dunia usaha di Tanah Air ketika investor masuk pada 2022. Sekali lagi, dengan catatan pandemi Covid-19 berhasil ditangani.