Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah cukup optimis pengesahan rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dan reklasifikasi daftar negatif investasi (DNI) dapat mengubah wajah birokrasi Indonesia yang kerap dicap tidak ramah bagi pelaku usaha.
Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir saat menanggapi Indeks Kompleksitas Bisnis Global (GBCI) yang menempatkan Indonesia di peringkat teratas negara yang paling rumit dalam urusan bisnis.
"RUU Ciptaker menyederhanakan dan mempersingkat perijinan serta memotong birokrasi yang berbelit agar investasi untuk usaha mikro sampai dengan besar meningkat, termasuk perbaikan DNI. Nanti istilahnya mungkin diganti," kata Iskandar kepada Bisnis, Jumat (16/10/2020).
Iskandar tak menjelaskan secara detil perubahan istilah DNI yang sedang disiapkan pemerintah. Namun menurutnya, DNI akan diklasifikasikan berdasarkan fasilitas investasinya, seperti investasi yang mendapatkan insentif pajak.
"Tapi belum final konsep klasifikasinya," jelasnya.
Seperti diketahui, Indonesia menduduki posisi pertama di dalam Indeks Kompleksitas Bisnis Global (GBCI) 2020. Ini bukan suatu kebanggaan karena artinya Indonesia adalah negara dengan kompleksitas yang paling rumit dalam urusan berbisnis.
Baca Juga
GBCI adalah indeks itu dirilis oleh lembaga konsultan dan riset TMF Group. Di bawah Indonesia, ada Brasil, Argentina, Bolivia dan Yunani. Sementara itu, China menempati posisi kelima dan negara serumpun Malaysia berada di posisi kesembilan.
Pemerintah dan DPR sejauh ini telah mengesahkan RUU Ciptaker untuk mendorong kemudahan berusaha. Namun RUU Ciptaker yang sekarang sudah berada di tangan presiden juga belum bisa berlaku secara optimal mengingat tingginya penolakan masyarakat dan potensi banjir judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Di sisi lain, pemerintah tengah merampungkan pembahasan perubahan Peraturan Presiden (Perpres) soal DNI. Dalam catatan Bisnis, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah menyebut bahwa pemerintah akan memangkas daftar negatif investasi (DNI) dari 20 bidang usaha menjadi tinggal enam bidang usaha.
Pemangkasan akan dilakukan melalui revisi atas Perpres No. 44/2016 . Dalam revisi beleid itu, pemerintah akan memperkenalkan daftar positif investasi dalam rangka menstimulus penanaman modal.
Adapun enam bidang usaha yang ke depan masih akan tertutup untuk penanaman modal antara lain yang terkait dengan ganja, perjudian, industri yang proses produksinya menggunakan merkuri, serta bidang usaha yang tertutup sesuai dengan konvensi internasional.
Apabila merujuk pada Perpres No. 44/2016, maka yang dimaksud oleh Airlangga antara lain budidaya ganja, perjudian, penangkapan spesies dalam daftar CITES, Pengambilan koral dari alam, Industri bahan kimia daftar-1 konvensi senjata kimia, dan Industri chlor alkali dengan proses merkuri.