Bisnis.com, JAKARTA -- Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) harus mampu mendorong terjadinya penyerapan terhadap pekerja informal ke dalam pekerjaan formal sehingga status mereka dapat berubah dan lebih mudah mengakses layanan jaminan pekerja.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan hal tersebut merupakan bagian dari tujuan utama diaturnya pasal 59 UU Ciptaker terkait dengan PKWT dan pasal 66 UU Ciptaker mengenai tenaga kerja alih daya.
Sebagai informasi, di pasal 59 UU Ketenagakerjaan diatur bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu paling lama 3 tahun.
Selain itu, perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.
Ketentuan-ketentuan tersebut belum terpapar di dalam UU Ciptaker dan pemerintah masih melakukan pembahasan terkait dengan pasal-pasal turunannya yang akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Sementara itu, aturan mengenai perusahaan alih daya di pasal 66 UU Ketenagakerjaan bahwa penyedia jasa pekerja hanya untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi sejumlah syarat.
Baca Juga
Di UU Cipta Kerja, perihal tersebut tidak tercantum, sehingga mesti menanti hasil dari pembahasan Peraturan Pemerintah yang nanti akan mengatur secara lebih detil mengenai tenaga kerja alih daya.
"Perlu diingat, di Indonesia juga terdapat pekerja informal yang jumlahnya 2/3 dari total pekerja di Tanah Air. Mereka tidak punya jaminan dan secara upah jauh di bawah upah minimum. Padahal, hal yang diinginkan dari aturan PKWT dan outsourcing tersebut adalah menyerap tenaga kerja di sektor informal ke dalam sektor formal dan menjadi pekerja formal," ujar Fithra kepada Bisnis, Kamis (8/10/2020).
Pada intinya, lanjut Fithra, pasal-pasal yang diatur di dalam UU Ciptaker merampingkan serta mengatasi masalah tumpang tindih aturan, dengan hasil penyerapan tenaga kerja yang tinggi, meningkatnya investasi, serta muncul pengusaha-pengusaha baru karena mudahnya membuka usaha di Tanah Air.
Oleh karena itu, lanjut Fithra, proses pembahasan UU Ciptaker yang sedang berlangsung mesti dikawal secara ketat sampai dengan proses implementasinya.
"Ini harus dikawal sampai implementasinya, karena selama ini kita sering kurang di ranah implementasi. Ini yang harus dikawal lewat PP-nya nanti. Sampai invetasi betul-betul masuk dan penyerapan tenaga kerja makin meningkat," ujar Fithra.
Lebih jauh, dia menilai aturan mengenai PKWT di dalam UU Ciptaker sudah sesuai dengan perkembangan zaman, di mana Revolusi Industri 4.0 akan menghadirkan pekerjaan baru yang lahir seiring dengan kemajuan teknologi.