Bisnis.com, JAKARTA- Perang management fee yang vulgar dinilai sebagai biang kerok buruknya nasib pekerja outsourching.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia, Yoris Rusamsi mengatakan, Indonesia sudah memiliki beragam aturan mengenai outsourcing.
Bertolak dari berbagai peraturan itulah, masing-masing perusahaan penyedia tenaga kerja kemudian menyusun strategi manajemen untuk mendukung keberlanjutan perseroan.
“Yang tujuannya dengan sistem itu perusahaan diuntungkan, pekerja juga bisa bekerja dengan baik dan nyaman. Karena kalau pekerjaan tidak nyaman, ya tetap tidak akan berdampak pada produktifitas. Karena itulah perusahaan outsourcing yang sehat harus patuh pada aturan main,” ucapnya, dalam program bincang Broadcash di kanal Youtube Bisniscom, dikutip Senin (6/2/2025).
Dia menjelaskan kerja sama alih daya yang diatur di dalam undang-undang, menempatkan para pihak, yakni pengguna atau perusahaan pemberi pekerjaan dan perusahaan alih daya yang berkeahlian mencari, mendidik dan menyiapkan tenaga kerja yang kemudian ditempatkan dalam perusahaan pemberi kerja.
Karena itu, hak-hak tenaga kerja, mestinya tunduk pada aturan mengenai ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah. Galibnya, hak-hak pekerja outsourcing, seperti menerima gaji yang utuh dan sesuai upah minimum, ditegakan, dan jika statusnya adalah pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT), harus menerima kompensasi setiap berakhir masa kerja, serta jaminan perlindungan ketenagakerjaan dan kesehatan.
Baca Juga
Persoalan mengenai hak-hak pekerja alih daya yang selama ini nampaknya seperti terabaikan menurut dia karena adanya strategi management fee yang menurutnya kebablasan dan tidak diawasi dengan baik oleh regulator.
Perusahaan alih daya, menurutnya, ada yang menerapkan strategi management fee yang minimum, dengan maksud untuk menarik perhatian perusahaan pemberi kerja. Alhasil, gaji para tenaga kerja outsourcing kemudian akan ditekan oleh perusahaan alih daya dan hal inilah yang menyebabkan berbagai keluhan buruh selama ini.
“Ya mungkin karena pengawasan belum maksimal, sehingga hak-hak si pekerja itu tidak diberikan dengan baik. Seolah-olah sistem ini ada kelemahan. Itu yang menyebabkan akhirnya persepsinya seperti itu.
Menurutnya, perang managemen fee antarperusahaan alih daya, pernah disampaikan oleh pihaknya kepada pemerintah. Indonesia, menurutnya, harus belajar dari negara tetangga, Filipina yang sudah menerapkan aturan besaran managemen fee yang harus diberikan oleh perusahaan pemberi kerja kepada perusahaan outsourcing, guna menghindari perang management fee.
“Dengan persaratan perusahaan alih daya juga harus memenuhi persaratan. Jadi kan kalau konteknya kita berpikir lebih menyeluruh, maka perlindungan terhadap pekerja alih daya itu akan benar-benar maksimal,” pungkasnya.