Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2020 diperkirakan akan kembali mengalami deflasi, sejalan dengan ancaman resesi akibat yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.
Berdasarkan konsensus Bloomberg, rata-rata inflasi secara year-on-year (yoy) pada September 2020 diperkirakan sebesar 1,39 persen, dengan estimasi atas 1,70 persen dan estimasi bawah sebesar 1,00 persen.
Sementara itu, secara month-to-month (mtm), diperkirakan akan terjadi deflasi dengan rata-rata sebesar -0,03 persen. Estimasi atas diperkirakan akan inflasi 0,02 persen dan estimasi bawah deflasi -0,15 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan deflasi pada September 2020 masih akan berlanjut. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan harga makanan. Sementara itu, dari sisi permintaan, konsumsi masyarakat juga masih rendah sehingga produsen mengalami kelebihan pasokan di pasar.
"IHK September 2020 diprediksi akan mengalami deflasi di kisaran -0,01 persen hingga -0,05 mtm persen," katanya kepada Bisnis, Rabu (30/9/2020).
Sementara, proyeksi yang berbeda disampaikan oleh Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi. Menurutnya, pada September 2020 ini sudah mulai terjadi peningkatan daya beli masyarakat di sisi permintaan, sehingga tekanan pada inflasi sudah mulai terlihat.
Baca Juga
Peningkatan daya beli ini didorong oleh mulai dibuka kembali beberapa sektor ekonomi, juga didukung oleh penyaluran bantuan sosial (bansos) dan bantuan tunai langsung dari pemerintah.
Meski demikian, dia mengatakan, tekanan inflasi pada September 2020 ini memang masih sangat lemah. Diperkirakan, inflasi akan berada pada kisaran 0,01 persen (mtm) dan 1,48 persen (yoy). "Dari sisi supply, pasokan barang dan jasa terus bertambah, jadi tekanan inflasi dari sisi supply juga lemah," ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan akan terjadi stagflasi pada periode tersebut. Secara mtm, dia memperkirakan IHK tidak akan berubah. Sementara itu, secara yoy, inflasi diperkirakan akan sebesar 1,47 persen.
"Secara tahun berjalan, inflasi Januari - September 2020 menjadi 0,93 persen ytd (year-to-date), lebih rendah dari inflasi Januari - September 2019 yang sebesar 2,03 persen ytd," katanya.
Andry menjelaskan, kelompok pengeluaran makanan masih akan tercatat deflasi secara mtm. Penurunan harga terjadi pada beberapa komiditas pangan, di antaranya cabai rawit, telur ayam, dan bawang merah. "Sedangkan sumber inflasi berasal dari kelompok pengeluaran pendidikan dan kesehatan," katanya.
Oleh karena itu, Andry memperkirakan inflasi pada akhir 2020 akan tercatat sebesar 1,95 persen, berada di bawah target Bank Indonesia.
Inflasi yang rendah menurutnya terjadi karena permintaan yang terus-menerus melemah. Angka ini pun jauh lebih rendah dibandingkan dengan realisasi inflasi pada 2019 yang sebesar 2,59 persen.