Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramai Soal Resesi, Chatib Basri Punya Jawaban Menohok

Mantan Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri dalam cuitannya di @ChatibBasri mengaku terheran-heran dengan isu ekonomi yang berkutat pada masalah resesi.
Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri (24/6)./ Bisnis
Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri (24/6)./ Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengoreksi outlook pertumbuhan ekonomi 2020 ke angka minus 1,7 persen - minus 0,6 persen rupanya memantik banyak diskusi di berbagai kalangan.

Para pengamatpun terbelah ada yang menyebut bahwa secara teknis Indonesia telah memasuki resesi. Tetapi adapula yang masih cukup optimis bahwa, resesi bukan persoalan penting, tetapi bangkit dari resesi adalah yang paling utama saat ini.

Mantan Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri dalam cuitannya di @ChatibBasri mengaku terheran-heran dengan isu ekonomi yang berkutat pada masalah resesi.

Menurut Chatib, secara teori memang ketika kuartal II/2020 ekonomi Indonesia berada di level minus 5,32 persen dan ketika pada kuartal III/2020 tumbuh minus, ekonomi Indonesia mau tak mau bisa dikatakan resesi. Tetapi kalau positif tidak.

Padahal, bagi Chatib, apa bedanya jika pada kuartal III/2020 minus -0,000001 dengan +0.000001. "Yang pertama resesi yang kedua tidak. [Tetapi] yang penting mitigasi bukan definisi," ujar Chatib melalui cuitannya yang dikutip, Kamis (24/9/2020).

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sebelumnya -1,1 persen - 0,2 persen menjadi -1,7 persen hingga -0,6 persen. Perubahan outlook ini dilakukan melihat perkembangan ketidakpastian akibat pandemi yang terus berlangsung.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa perkembangan kasus covid-19 akan mempengaruhi aktivitas ekonomi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dia menjelaskan dari sisi permintaan di kuartal III/2020 konsumsi rumah tangga masih diperkirakan pada zona kontraksi yaitu minus 3 persen hingga minus 1,5 persen dengan total outlook 2020 konsumsi kita berarti pada kisaran kontraksi minus 2,1 persen hingga minus 1 persen.

"Untuk konsumsi pemerintah di Kuartal ketiga karena akselerasi belanja yang luar biasa mengalami positif sangat tinggi hingga 17 persen," kata Sri Mulyani, Selasa (22/9/2020).

Sri Mulyani menambahkan bahwa peningkatan kinerja konsumsi pemerintah tersebut didorong oleh kebijakan belanja atau ekspansi sebagai cara untuk counter cyclical.

Adapun, Sri Mulyani menambahkan bahwa hampir sebagian besar lembaga global memproyeksikan memang memproyeksikan ekonomi Indonesia akan terkontraksi hingga akhir tahun. OECD, misalnya, lembaga tersebut memperkirakan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran minus 3,3 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper