Bisnis.com, JAKARTA — Masa depan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dan Minyak Bumi akan dibahas kembali dalam revisi UU Migas meskipun badan tersebut sempat batal dibubarkan melalui rencana pembentukan BUMN khusus dalam Omnibus Law Cipta Kerja.
Kali ini, wacana untuk pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus kembali dicanangkan dalam revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi.
Hal itu diamini oleh Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto yang mengatakan bahwa pembentukan BUMN khusus yang menjalankan kegiatan hulu migas sudah menjadi keharusan yang patut dilaksanakan.
Pasalnya, pembentukan BUMN khusus telah menjadi amanah Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat.
"Betul, itu nanti masuk di UU Migas, tidak di Cipta Kerja," katanya, Selasa (22/9/2020).
Namun, dia menjelaskan, sebelum adanya aturan baru yang mengatur pembentukan BUMN khusus, kegiatan hulu migas masih dijalankan oleh SKK Migas.
Baca Juga
Dia mengungkapkan, pembahasan revisi UU Migas belum menjadi prioritas karena masih harus mengurus revisi UU Minerba dan rancangan UU Energi Baru dan Terbarukan.
Mangkraknya pembahasan, kata Sugeng, merupakan permasalah yang ditimbulkan oleh pemerintah sendiri yang belum mengeluarkan daftar inventaris masalah (DIM).
"Problemnya memang pemerintah sendiri yang belum keluar DIM-nya, seluruh persyaratan dari DPR sebagai inisiatif DPR sudah siap semua. Makanya, kami siap kapan pun," jelasnya.
JADI PINTU MASUK
Staf pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menjelaskan bahwa sejumlah persoalan yang bersifat fundamental seperti penerapan asssume discharge, birokrasi, dan perizinan satu pintu, pemisahan aspek finansial hulu migas dengan keuangan negara, hanya akan bisa diatasi denga revisi UU Migas.
Dia menilai bentuk dan kewenangan BUMN khusus menjadi penting dan relevan dalam hal tersebut karena bisa menjadi pintu masuk untuk menata kelembagaan yang dapat diarahkan untuk mangkomodasi masalah-masalah tersebut.
"Dengan kata lain, revisi UU Migas, dan pembahasan BUMN khusu memang harus diarahkan pada bagamaina kita bisa meng-address masalah-masalah itu. Namun, kalau revisi hanya sekadar revisi dan kelembagaan hanya sekadar berganti nama ya, sama saja, tidak akan berimplikasi signifikan dalam mengatasi masalah," katanya kepada Bisnis, Rabu (23/9/2020).
Di lain pihak, pengamat ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan bahwa penyelesaian RUU Migas menjadi suatu urgensi yang perlu mendapat perhatian.
Selain telah mangkrak hampir satu dekade, pembentukan BUMN khusus perlu menjadi perhatian dalam pembaruan beleid itu.
Fahmy berpendapat bahwa kehadiran SKK Migas saat ini merupakan sebagai salah satu lembaga sementara yang menggantikan BP Migas yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan UUD 1945.
Untuk itu, perubahan SKK Migas menjadi BUMN khusus harus melalui revisi UU Migas tersebut.
"Pembentukan BUMN Khusus lebih efektif lantaran hubungan dengan investor menjadi B2B [business to business], bukan G2B [government to business] seperti sekarang ini," katanya kepada Bisnis, Rabu (23/9/2020).