Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas pemilik mal atau pusat perbelanjaan mengambil sikap untuk mempertahankan tarif sewa yang berlaku, tidak menaikkannya, setidaknya hingga akhir 2020 sambil mengharapkan bisnis ritel pulih sepenuhnya pada 2021.
Langkah tersebut, menurut Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto, untuk mempertahankan tingkat hunian di tengah kondisi ekonomi dan bisnis yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
“Pemilik mal telah berupaya menyediakan paket menarik bagi penyewa yang ada terkait dengan sewa, seperti membiarkan penundaan pembayaran sewa atau mengurangi ruang,” ungkapnya mengutip kajian Colliers.
Selain itu, pemilik mal juga menawarkan harga yang kompetitif untuk penyewa baru. Rata-rata harga sewa di wilayah Jakarta masih relatif stabil di angka Rp573.000/m2 selama 6 bulan terakhir.
Sering kali, lanjutnya, koreksi tarif sewa disebabkan oleh masuknya mal-mal baru yang meningkatkan harga sewa secara keseluruhan dan hal ini terjadi pada ekspektasi kenaikan harga sewa pada akhir 2020 yang akan menjadi sekitar 2 persen dibandingkan dengan saat ini.
Baca Juga
Sewa rata-rata di Jabodetabek juga agak stabil di Rp393.687. Ke depannya, masuknya mal-mal baru akan mengubah perhitungan sewa menjadi turun pada akhir 2020.
Beberapa pemilik mal menetapkan tarif service charge baru sebelum terjadinya Covid-19. Di Jakarta, service charge tercatat Rp149.740/m2.
Selama pandemi, pemilik mal diharapkan untuk menjadwal ulang rencana kenaikan biaya layanan, namun mal-mal baru berencana untuk menyesuaikan tarif biaya layanan pada kuartal IV/2020 naik sekitar 3 persen dibandingkan dengan tarif saat ini.
Di Jabodetabek, tarif pemeliharaan naik 3,3 persen qoq menjadi Rp121.075 pada kuartal II/2020. Biaya layanan pada kuartal IV/2020 diperkirakan turun dibandingkan dengan kuartal II/020 menyusul rencana pembukaan mal baru pada semester II/2020 akan mematok sedikit biaya layanan lebih rendah dari pasar rata-rata.
Mengenai kondisi mendatang, dia mengemukakan bahwa pandemi virus corona mengubah prioritas dalam bisnis ritel.
Pusat perbelanjaan akan menghadapi tantangan baru dan perlu beradaptasi saat dibuka kembali. Pusat perbelanjaan terbuka akan lebih disukai daripada pusat perbelanjaan tertutup.
Toserba dan merek mewah mungkin menjadi yang paling terkena dampak karena orang-orang menahan diri untuk berbelanja barang karena kehilangan pekerjaan dan pemotongan gaji. Sementara itu, peritel makanan dan bioskop akan memakan waktu lebih lama karena keterbatasan kapasitas.