Bisnis.com, JAKARTA – Usaha penggemukan sapi bakalan impor menghadapi tantangan besar selama pandemi Covid-19. Tak hanya berkutat dengan permintaan domestik yang turun, potensi masuknya daging kerbau impor asal India juga bisa menekan jalannya bisnis.
“Sebenarnya dengan permintaan yang turun pasokan sapi lokal dan sapi hasil penggemukan bakalan impor sudah bisa memenuhi. Tapi impor daging kerbau India bisa mendisrupsi, kami khawatir karena pemerintah kembali memberi kuota,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong (Gapuspindo) Joni P. Liano kepada Bisnis, Selasa (8/9/2020).
Importir sapi bakalan juga harus menghadapi kenaikan harga akibat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang melemah. Selama pandemi, Joni mencatat kenaikan harga bisa mencapai 30 persen.
Namun kondisi ini tak serta-merta membuat harga daging sapi di pasaran ikut terkerek. Dia menyebutkan permintaan yang lemah membuat harga daging sapi, terutama daging sapi eks-impor, tak naik signifikan sebagaimana harga sapi bakalan saat didatangkan dari Australia.
Selain itu, nilai tukar yang belum menguntungkan pun membuat manfaat Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) tak bisa dirasakan pelaku usaha secara optimal.
Dalam payung kerja sama ini, impor sapi bakalan jantan Australia dibebaskan dari bea masuk untuk kuota pemasukan 575.000 ekor. Sementara impor di luar kuota tetap menikmati tarif preferensi sebesar 2,5 persen.
Baca Juga
“Meski ada keuntungan ini, tidak bisa dirasakan optimal karena kondisi kurs,” lanjut Joni.
Dia pun menyebutkan bahwa usaha penggemukan sapi kini hanya bisa bertahan. Berdasarkan laporan Meat & Livestock Australia, pengiriman sapi bakalan jantan untuk usaha penggemukan memang mengalami penurunan dari 382.692 ekor selama Januari-Juli 2019 menjadi 297.133 ekor pada Januari-Juli 2020.
“Untuk sekarang kami bertahan saja sudah bagus. Harapan kami sekarang tinggal bagaimana stimulus dan insentif pemerintah bisa mendorong daya beli masyarakat,” ujarnya.
Joni pun berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali pemasukan daging kerbau asal India mengingat usaha penggemukan sapi memiliki kontribusi nilai tambah dan serapan tenaga kerja yang cukup besar.
Indonesia-Australia Red Meat & Cattle Partnership mengestimasi kontribusi ekonomi dari usaha penggemukan bernilai US$270 juta dengan jumlah pekerja mencapai 100.000 orang yang meliputi serapan di sektor pakan, logistik, penggemukan, pemrosesan, dan penjualan.