Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) menyayangkan lambatnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam menyetop keran keramik impor ke dalam negeri.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mencatat saat ini volume impor keramik sudah mengkhawatirkan. Pasalnya, volume impor keramik saat ini hanya turun 2 persen, atau jauh lebih rendah dari penurunan permintaan keramkil domestik yang mencapai 25 persen.
"Asaki sangat menyayangkan sekali tidak best effort apalagi extra ordinary effort dari Kemenkeu untuk membantu, melindungi, apalagi penguatan industri keramik dalam negeri," ucapnya kepada Bisnis, Senin (10/8/2020).
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada medio kuartal I/2020 memutuskan untuk mengeluarkan Vietnam dan India dari daftar negara yang dikecualikan dari penambahan bea masuk menyusul China. Idealnya, Kemenkeu akan menindaklanjuti keputusan tersebut dengan menerbitkan aturan turunan paling lambat 30 hari sejak keputusan.
Idealnya, Kemenkeu langsung mengeluarkan langusng memasukkan negara asal impor yang produk impornya telah mendominasi lebih dari 3 persen pangsa pasar nasional sesuai dengan Pasal 90 Peraturan Pemerintah (PP) 34/2011.
Dengan kata lain, keramik asal Vietnam dan India diputuskan oleh Kemendag bahwa telah membuat injury terhadap industri keramik nasional. Namun demikian, Kemenkeu belum mengindahkan keputusan tersebut selama lebih dari 4 bulan.
Baca Juga
Adapun, volume impor keramik India meningkat 57 persen menjadi 9,47 juta m2 dibanding volume semester I/2019 sebesar 6,05 juta m2.
Edy menilai ada dua alasan kenapa keramik dari India harus segera dikenai ea masuk tambahan. Pertama, industri keramik India saat ini menikmati penurunan tarif gas ke level US$2,5 per mmBTU. Kedua, negara-negara teluk dan Eropa telah mengenakan bea masuk tambahan pada keramik India lebih dari 60 persen.
"Ini ancaman serius terjadi pengalihan penjualan ke Indonesia dalam jumlah massive," katanya.
Edy menilai setidaknya ada tiga dampak dari lambatnya pengeluaran India dan Vietnam dari daftar negara yang dikecualikan penambahan bea masuk.
Pertama, masih adanya Vietnam dan India membuat aturan safguard keramik gagal atau tidak efektif dalam melindungi industri keramik nasional dari derasnya arus keramik impor.
Kedua, adanya potensi pemutusah hubungn kerja masal karena menurunnya pangsa pasar industri keramik nasional. Industri keramik nasional setidaknya menyerap sekitar 150.000 tenaga kerja.
Ketiga, hilangnya potensi pendapatan negara dari bea masuk keramik asal India dan Vietnam. Seperti diketahui, bea masuk yang ditambahkan pada keramik impor adalah 21 persen.
"[Bea masuk dari keramik asal India dan Vietnam berpotensi] menambah pendapatan negara Rp400 miliar-Rp1 triliun berdasarkan hasil assesment dari Kemenperin [Kementerian Perindustrian]," ucapnya.