Bisnis.com, JAKARTA - Rendahnya pasokan kain akibat pandemi Covid-19 berpotensi mengubah tren penggunaan jenis serat di dalam negeri.
Dengan kata lain, pandemi Covid-19 di satu sisi berpotensi membuat neraca perdagangan serat menjadi lebih baik.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendata neraca perdagangan industri serat pada 2019 defisit hingga US$0,95 miliar. Adapun, defisit tersebut disebabkan oleh impor serat kapas yang notabenenya tidak diproduksi di dalam negeri.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) meramalkan akan ada pengurangan volume impor serat kapas hingga 100.000 ton hingga akhir 2020. Pengurangan tersebut disebabkan oleh serat rayon yang notabenenya berlimpah di dalam negeri.
"[Serat] kapas di-replace ke rayon. Trennya juga akan di-replace sama polyester pada kuartal IV/2020.Ini akan bagus karena neraca dagang kita di serat akan membaik," ujar Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasata kepada Bisnis, belum lama ini.
Redma mendata beberapa tahun terakhir pabrikan lokal mengimpor serat kapas sekitar 600.000 ton per tahun. Adapun, 400.000 ton akan diproduksi dan diekspor dalam bentuk pakaian jadi, sedangkan 200.000 ton akan digunakan untuk kebutuhan pasar domestik.
Baca Juga
Redma berujar pada tahun ini industri garmen maksimal hanya akan menggantikan penggunaan serat kapas sebesar 100.000 ton. Menurutnya,hal tersebut disebabkan oleh peningkatan konsumsi baju rumahan di dalam negeri.
Seperti diketahui, baju rumahan menuntut pemakaian bahan baku yang lebih nyaman dan murah. Adapun, pakaian rumahan yang dimaksud adalah daster, kaos, dan jenis garmen sederhana lainnya.
Dengan terbatasnya pergerakan impor, volume kapas yang dapat digunakan oleh pabrikan garmen menjadi sedikit dan harga yang didapatkan menjadi lebih tinggi. Alhasil, industri garmen nasional mengalihkan penggunaan serat kapas menjadi serat rayon dan polyester yang sudah di produksi di dalam negeri.
"[Produksi] rayon sekarang posisinya tiga besar dunia. Kalau dari sisi impor kapasnya turun karena di-replace rayon dan ekspor rayon naik, akan ada perbaikan neraca [dagang serat]," ucapnya.
Namun demikian, Redma meramalkan neraca dagang serat belum menyentuh zona hijau melainkan pengurangan defisit. Menurutnya, defisit neraca dagang serat dapat berkurang maksimal 47,36 persen menjadi sekitar US$500 juta.
Redma menilai harus ada peningkatan performa yang signifikan pada industri serat polyester jika neraca dagang serat ditargetkan positif. Pasalnya, lanjutnya, produksi industri rayon nasional saat ini sudah jauh melebihi kebutuhan nasional.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), saat ini ada 33 pabrikan serat dengan total kapasitas produksi mencapai 3,31 juta ton. Adapun, total produksi industri rayon pada tahun ini mencapai 800.000 ton per tahun.