Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 risiko lambannya pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang belum juga reda.
Hal ini sejalan dengan output global yang diproyeksikan turun 4,9 persen pada tahun ini. Pemulihan pun diperkirakan baru akan terjadi di tahun 2021.
"Dunia saat ini masih menghadapi tantangan dalam penanganan pandemi Covid-19, karena belum ada yang bisa memastikan kapan pandemi dapat teratasi. Semakin lama pandemi berlangsung, maka semakin panjang pula jalan menuju pemulihan ekonomi," kata Sri Mulyani melalui unggahan di akun Instagram resminya, Senin (20/7/2020).
Dalam forum tersebut, Sri Mulyani juga menyampaikan kebijakan terkini yang dilakukan Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Selain stimulus fiskal, moneter, dan sektor keuangan, Sri Mulyani menggarisbawahi pentingnya reformasi struktural.
Menurut Sri Mulyani, reformasi struktural merupakan pilar penting bagi penguatan perekonomian Indonesia di masa depan, sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa ini dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
"Pemerintah mendorong upaya reformasi untuk mempercepat investasi dan memperbanyak penciptaan lapangan pekerjaan melalui omnibus law yang sedang dibahas dengan DPR," kata Sri Mulyani.
Baca Juga
Di samping itu, Sri Mulyani mengatakan pemerintah berkomitmen untuk mempercepat upaya reformasi di bidang kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pendidikan, yang semuanya itu sangat relevan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
"Di saat yang bersamaan, Indonesia juga akan meningkatkan investasi sektor infrastruktur dan Information, Communication and Technology [ICT] untuk menopang kemajuan ekonomi Indonesia," tuturnya.
Sri Mulyani juga menyampaikan negara-negara anggota G20 bersama lembaga internasional terus melanjutkan kerja sama global untuk menangani dampak dari pandemi Covid-19, termasuk melalui pelaksanaan G20 Action Plan.
Dukungan fiskal secara keseluruhan negara G20 disebutkan mencapai sekitar US$10 triliun yang difokuskan pada peningkatan sistem kesehatan, perlindungan sosial, peningkatan lapangan kerja, serta dukungan bagi dunia usaha.
Menurut Sri Mulyani, masing-masing negara mengalami tingkat dampak ekonomi yang berbeda akibat Covid-19. Negara dengan fundamental ekonomi tidak kuat berpotensi mengalami krisis utang.
Sementara itu kebutuhan pembiayaan dunia dalam penanganan dampak Covid-19 dan upaya pemulihan ekonomi sangat besar. Namun, lanjut Sri Mulyani, lembaga pembangunan multilateral memiliki keterbatasan dalam penyediaan dukungan pinjaman dan hibah.
Menurut Sri Mulyani upaya pemulihan ekonomi global harus dilakukan secara merata dan terkoordinasi dengan memfokuskan kebijakan domestik untuk mencapai pemulihan yang aman, meningkatkan kebijakan kolektif G20 dalam pemulihan ekonomi dunia, serta memanfaatkan kesempatan untuk keberlanjutan dan inklusivitas perekonomian masa depan.