Bisnis.com, JAKARTA - Skema menanggung beban bersama (burden sharing) dinilai tidak akan berdampak banyak pada inflasi, nilai tukar rupiah, hingga neraca keuangan Bank Indonesia yang kerap dikhawatirkan investor.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai skema burden sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia justru tepat untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari jurang krisis.
"Kita saat ini di ambang krisis, kalau tidak tepat merespon maka kita akan jatuh ke jurang krisis. Semua berupaya menghindari krisis, fiskal dan moneter harus berjalan seiring, berbagi peran dan beban," katanya dalam program Live #NgobrolSantaiBisnisCom yang disiarkan lewat akun Instagram @Bisniscom, Kamis (9/7/2020).
Piter mengatakan, semua negara menghadapi tantangan yang sama dan berupaya menghindari krisis akibat pandemi Covid-19 dengan memberi bantuan ke dunia usaha maupun korporasi agar bisa bertahan.
Keberadaan skema burden sharing akan membantu pemerintah terkait pembiayaan yang meningkat sebesar Rp903 triliun, sebagai akibat dari defisit fiskal yang melebar dari 1,76% menjadi 6,34% dari PDB. Di sisi lain, SBN yang dibeli oleh BI bisa digunakan BI sebagai instrumen moneter.
"Dalam hal ini kepentingan BI terakomodasi, BI bisa gunakan SBN sebagai piranti moneter untuk kembali menyerap uang yang sudah beredar. Bagi pemerintah, ada sumber pembiayaan dan bantuan dari BI untuk menanggung bunga," jelasnya.
Baca Juga
Piter menilai, justru fokus pemerintah saat ini adalah meningkatkan daya beli naik dan menyelamatkan perekonomian.
Di samping itu, kata Piter, burden sharing juga tidak akan berdampak pada neraca keuangan BI. Psalnya, BI masih menerima pendapatan dari pengelolaan devisa yang masih cukup besar.
"Yang jadi titik crucial adalah bagaimana uang yang sudah beredar digunakan oleh pemerintah untuk pemilihan ekonomi, untuk membantu UMKM, korporasi, kesehatan, diharapkan efektif," tuturnya.