Bisnis.com, JAKARTA — PT Jasa Marga Persero (Persero) Tbk. mengungkapkan bahwa total dana talangan tanah yang belum dibayarkan adalah Rp5 triliun.
Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk. (JSMR) Subakti Syukur mengatakan bahwa realisasi dana talangan tanah ini menyangkut pada 2016 sampai 2020, tepatnya sampai laporan 26 Juni 2020.
"Jadi, untuk pembebasan lahan pada 2016 sampai 2020 pengeluaran dana yang sudah dikeluarkan Jasa Marga melalui dana talangan sebesar sekitar Rp27 triliun. Kemudian yang sudah dibayarkan totalnya sekitar Rp22 triliun," jelas Subakti dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (30/6/2020).
Lebih lanjut, jelasnya, piutang setiap tahun yaitu pada 2016 sekitar Rp112 miliar. Kemudian, ada sisa yang belum dibayarkan pada 2017 yaitu sekitar Rp489 miliar, pada 2018 sebesar Rp595 miliar, pada 2019 sekitar Rp2,52 triliun, dan 2020 Rp307 miliar.
"Total yang belum terbayarkan adalah sekitar Rp5 triliun," ujarnya.
Selanjutnya, kata Subakti, status dana talangan per 26 Juni 2020 dari realisasi dana talangan tanah yang dibayarkan Jasa Marga Rp27 triliun total yangbelum dikembalikan pemerintah sekitar Rp5 triliun.
"Ini yang sudah verifikasi BPKP dianggap lengkap ada Rp23 triliun lebih, kemudian dalam verifikasi Rp3,8 triliun lebih," katanya.
Subakti menambahkan bahwa setelah diverifikasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dilanjutkan lagi dan tidak langsung dibayarkan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara. Namun, ada verifikasi ulang dari Rp23 triliun tersebut.
Menurutnya, dana talangan yang sudah dikembalikan oleh pemerintah sebesar Rp22,24 triliun lebih. Ada yang diverifikasi ulang oleh LMAN. Artinya belum dikembalikan pemerintah sebesar Rp1,19 triliun lebih.
"Memang di sini ada dua yang masih dalam proses verifikasi BPKP serta yang masih harus dilengkapi BPJT [Badan Pengatur Jalan Tol] yang mengumpulkan data. Jadi, kemudian yang belum dikembalikan pemerintah juga ada beberapa menyangkut tanah kas desa, APBN dan APBD sebesar Rp206 miliar itu menyangkut izin dan ada tanah wakaf Rp8 miliar lebih menyangkut izin Kemenag. Kemudian kekurangan dokumen pejabat pembuat komitmen PUPR dan lain-lain."