Bisnis.com, JAKARTA - Pembangunan infrastruktur di tengah pandemi Covid-19 dinilai perlu memperhatikan beberapa hal, terutama untuk menunjang pemulihan ekonomi nasional.
Seperti diketahui, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan realokasi anggaran dan refocussing kegiatan akibat pandemi Covid-19.
Sebelum adanya realokasi, anggaran Kementerian PUPR mencapai Rp120,21 triliun. Alokasi yang cukup besar disebabkan pembangunan infrastruktur masih menjadi fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo di periode kedua.
Namun, adanya pandemi Covid-19 membuat anggaran Kementerian PUPR dipangkas Rp44,58 triliun, sehingga tersisa Rp75,63 triliun pada 2020.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan dengan anggaran yang tersisa, strategi kebijakan pembangunan infrastruktur harus mampu memilih jenis infrastruktur untuk pemulihan ekonomi terlebih dahulu.
Pasalnya, pemerintah bekerja berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang masih dalam konteks kondisi normal dengan kebijakan jangka panjang dan target capaian pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya.
Baca Juga
"Kalau kondisi ekonomi belum pulih dan APBN yang berdarah-darah seperti ini maka harus ada perubahan dikaitkan dengan skala prioritas untuk tujuan pemulihan ekonomi," kata Yayat, kepada Bisnis, Minggu (14/6/2020).
Menurutnya, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pembangunan infrastruktur paling strategis dalam menunjang pemulihan ekonomi.
Pertama, infrastruktur ketahanan pangan. Yayat mengatakan akibat Covid-19, persoalan pangan jadi masalah besar. Oleh karena itu, program cetak sawah baru perlu dikaji kembali kemungkinannya.
Jika berpikir ke depan, jelasnya, ada kemungkinan kerentanan kebutuhan pangan secara nasional. Apalagi impor pangan dari negara seperti China dan Vietnam juga dinilai masih akan sulit dilakukan di tengah ketidakpastian soal kapan vaksin Covid-19 ditemukan.
"Harus sinergi Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian terkait persoalan pangan, harus ada upaya perbaikan sarana irigasi, bendungan untuk mendukung percepatan, pembenahan di sektor ketahanan pangan," katanya.
Kedua, antisipasi perubahan dikaitkan dengan kenormalan baru terutama pola sistem bekerja sehingga dibutuhkan infrastruktur penunjang di sektor energi dan telekomunikasi.
"Adanya work from home, peran Kementerian PUPR, mendukung sistem energi dan telekomunikasi," ujarnya.
Ketiga, dukungan infrastruktur untuk fasilitas kesehatan. Menurutnya, ketika upaya pemulihan dilakukan terlihat bahwa fasilitas kesehatan di Indonesia masih sangat kurang.
"Sinergi antara Kementerian PUPR dan Kemenkes, bagaimana membangun faskes yang cepat, itu ahlinya di PU," katanya.
Selain itu, dia menyatakan diperlukan juga infrastruktur yang mendukung pola hidup bersih dan sehat seperti penyediaan air.
Secara keseluruhan, Yayat mengatakan dengan adanya pandemi Covid-19, pembangunan infrastruktur perlu melakukan refocussing. Jika sebelumnya, fokus pada mendorong pertumbuhan pembangunan dan percepatan. Namun, ke depan yaitu fokus pada infrastruktur pemulihan.
Menurutnya, dengan defisit anggaran 6 persen hingga 7 persen memerlukan waktu untuk bisa pulih lagi sesuai amanat Undang-Undang yaitu defisit 3 persen.
Saat ini, katanya, sektor seperti pariwisata hingga perdagangan menunggu waktu untuk dapat pulih kembali setelah terdampak Covid-19.
"Pemulihan ini yang harus dilakukan. Bagaimana pun PUPR harus bersinergi dengan aspek ekonomi dan kesehatan, mau tidak mau infrastruktur terkait kesehatan harus jadi bagian yang tidak terpisahkan dari strategi penanganan yang dibuat Kementerian PUPR," jelasnya.