Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mengungkapkan program tabungan perumahan rakyat (Tapera) memberatkan buruh dan menyarankan seharusnya kebijakan ini tidak bersifat mandatori atau hanya pilihan bagi masyarakat.
Pemerintah menambahkan beban iuran yang harus dibayarkan buruh setiap bulan dalam bentuk Tapera. Tak tanggung-tanggung, semua yang bekerja dan mendapat upah dituntut untuk ikut urun sekalipun mereka punya rumah baik sudah lunas atau belum.
Peraturan ini ditetapkan Presiden Joko Widodo lewat Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Peraturan ini berlaku baik untuk pekerja di sektor swasta atau pemerintahan.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan, pada dasarnya program Tapera ini cukup bagus karena rumah memang merupakan kebutuhan dasar manusia. Menurutnya, visi misi Tapera sangat baik karena memberikan kesempatan untuk rakyat Indonesia terutama buruh memiliki rumah. Sayangnya, besaran iuran sangat memberatkan buruh.
"Iuran Tapera sangat berat untuk buruh. Jika ditotal dengan iuran-iuran lainnya bisa mencapai 8 persen lebih dari gaji yang harus dikeluarkan tiap bulannya," katanya, Sabtu (13/6/2020).
Dia merinci iuran-iuran yang harus dikeluarkan buruh tiap bulannya. Potongan untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan jaminan hari tua atau dana pensiun mencapai 4 persen dari upah.
Baca Juga
Sementara iuran Tapera berada di angka 3,5 persen, dengan rincian 2,5 persen wajib dibayar pekerja dan 1 persen oleh pemberi kerja. "Kalau ada potongan lagi akan menambah beban buruh," tegasnya.
Andi Gani menilai, iuran Tapera seharusnya bersifat sukarela. Sasarannya buruh yang memang kesulitan memiliki rumah. Sementara, bagi yang sudah memiliki rumah tidak perlu lagi ikut. "Tapera harusnya jadi opsional. Tidak dipaksakan seperti saat ini," ujarnya.
Pemerintah beralasan iuran tersebut untuk memenuhi hak atas tempat tinggal terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, pengambilan iuran dari penghasilan tersebut menimbulkan beban karena buruh sudah mengalami banyak potongan.
Tahap pertama diterapkannya kebijakan ini pada 2021 diperuntukan kepada Aparatur Sipil Negara, dan anggota TNI/Polri. Selanjutnya, diikuti oleh pegawai badan usaha milik negara (BUMN) dan sektor swasta. Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) menargetkan 13 juta peserta iuran pada tahun kelima pelaksanaannya.