Bisnis.com, JAKARTA - Industri pariwisata, hospitality dan transportasi udara diperkirakan akan mengalami masa pemulihan yang lebih lama dibandingkan sektor lainnya, seiring dengan bergulirnya reopening ekonomi.
Tim Asistensi Menko Perekonomian Raden Pardede menuturkan sektor-sektor tersebut butuh waktu satu hingga dua tahun lamanya untuk pulih.
"Satu tahun, dua tahun belum akan terlihat pertumbuhannya karena membutuhkan waktu untuk memulihkan kembali," tegas Raden dalam acara bincang-bincang NgopiTeko, Selasa (9/6/2020).
Dia mencontohkan maskapai, meskipun mulai beroperasi, kapasitasnya tidak akan terisi penuh karena ada pembatasan jarak. Alhasil, maskapai akan menghadapi beban dari sisi penjualan.
Adapun, industri yang akan menjadi andalan dalam new normal ini a.l. industri pertanian dan pertambangan.
Pasalnya, kedua industri ini tidak terlalu sulit untuk menetapkan social distancing. Misalnya, petani di area perkebunan kelapa sawit tidak perlu mengatur lokasi yang luas dan jarak pohonnya cukup besar.
Baca Juga
"[Namun] Problemanya adalah permintaan terhadap barang tersebut turun. Jadi untuk kembali ke new normal akan butuh waktu," ungkapnya.
Tetapi, dari sisi protokol kerja selama ada Covid-19, dua sektor tersebut masih relatif aman. Untuk industri manufaktur, Raden menilai industri manufaktur besar akan lebih dimudahkan untuk bisa memulai produksi dengan cepat.
Sektor ini bisa menjadi andalan. Sayangnya, utilisasi manufaktur ini akan bergantung pada sisi permintaan. "Sekarang utilisasi manufaktur itu 20-50 persen, padahal dalam normal 70-80 persen. Untuk kembali ke 80 persen kita butuh waktu."
Raden optimistis industri manufaktur jauh lebih siap untuk memulai new normal karena pengaturan pekerjaan di sektor ini terbilang mudah.
Selain tiga industri di atas yang bisa diandalkan, Raden mengungkapkan industri kesehatan akan sangat prospektif. Berdasarkan pengalaman yang dilihat sekarang, Indonesia tidak bisa tergantung dengan negara lain.
Menurutnya, Indonesia harus mulai mengembangkan industri kesehatan. Di tengah pandemi, sekalipun masyarakat punya uang, mereka tidak akan bisa pergi ke Singapura atau Malaysia untuk berobat.
"Oleh karena itu, ini jadi kesempatan menurut saya. Kita harus men-develop industri kesehatan ini menjadi besar."
Dari catatannya, devisa yang terbang ke pusat-pusat kesehatan di Asia dan seluruh dunia tersebut mencapai Rp75 triliun hingga Rp100 triliun.