Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Keramik (Asaki) mengapresiasi implementasi Keputusan Menteri ESDM No. 89/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri pada hari ini, Jumat (5/6/2020).
Implementasi tersebut dilakukan dalam bentuk penandatanganan kesepakatan antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) dan Asaki.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan hasil kesepakatan tersebut adalah penetapan tarif gas di level US$6/mmBTU pada 13 April 2020. Dengan kata lain, dia menambahkan bahwa kelebihan pembayaran gas pada Mei yang masih menggunakan tarif US$9,1/mmBTU akan dimasukkan pada tagihan gas Juni 2020.
"PGN sudah memperhitungkan kompensasi kelebihan bayar [April dan Mei 2020] dari penurunan tarif gas karena kondisi cashflow Industri keramik yang terganggu parah akibat Covid-19," katanya kepada Bisnis, Jumat (5/6/2020).
Edy menyampaikan penurunan tarif gas tersebut akan memberikan multiplier effect yang positif. Penurunan tarif gas juga dinilai dapat mempercepat pemulihan industri keramik pasca pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Meskipun demikian, dia menyampaikan target peningkatan utilitas ke kisaran 80-90 persen akibat penurunan tarif gas harus diundur 1 tahun menjadi pada akhir 2022. Edy mengungkapkan utilitas industri keramik saat ini berada di level 30 persen dari posisi awal tahun sebesar 65 persen.
Baca Juga
Di samping itu, Edy menyampaikan pihaknya akan memanfaatkan penurunan tarif gas untuk melakukan peremajaan mesin, mengadopsi digitalisasi, dan efisiensi energi. Dengan demikian, lanjutnya, pabrikan dapat meningkatkan dominasi di pasar domestik dan pasar global, khusunya di pasar Asia dan Australia.
"Stimulus harga gas yang lebih berdaya saing ini akan dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh Asaki yang diharapkan memberikan suntikan baru atau kemampuan bagi industri untuk mulai berbenah di internal supaya lebih efisien dan produktif," ucapnya.
Di sisi lain, Edy mempertanyakan kegesitan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam melindungi pasar keramik nasional. Edy mengamati saat ini pasar keramik lokal sedang digempur keramik impor, khususnya dari Vietnam dan India
Edy mencatat volume keramik impor pada Januari - April 2020 naik 13 persen dengan lonjakan tertinggi pada keramik asal Negeri Bollywood yang mencapai 125 persen. Oleh karena itu, Edy menyayangkan lambatnya pencabutan India dan Vietnam dari daftar negara yg dikecualikan dari penambahan bea masuk oleh Kemenkeu.
"Kemampuan produksi nasional keramik Indonesia yang sangat besar 540jt m2 per tahun masih tidak dapat terutilisasi semuanya akibat terganggu produk impor," ungkapnya.