Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri mengatakan krisis yang dikibatkan pandemi Covid-19 saat ini berbeda dengan krisis saat 2008 yang dikenal dengan subprime mortgage di Amerika Serikat.
Chatib mengatakan penanganan pemerintah terhadap krisis pada 2008 lebih mudah karena hanya berimbas pada perdagangan dan ekspor Indonesia. Namun, dampak tersebut dapat diatasi dengan kebijakan pemerintah yang difokuskan ke konsumsi domestik.
"Yang dilakukan pemerintah saat itu membuat stimulus fiskal yang difokuskan ke domestik, dengan mendorong daya beli, jadi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh tinggi 4,6 persen," katanya, Selasa (21/4/2020).
Chatib menjelaskan, situasi yang dihadapi pemerintah dan dunia sangat berbeda. Pandemi virus corona memukul tidak hanya sektor pasokan, tapi juga permintaan.
Menurutnya, Indonesia mengalami pukulan besar, yang mana China merupakan negara tujuan ekspor batu bara dan kelapa sawit terbesar. Dampaknya permintaan menjadi turun dan berimbas ke penerimaan pajak pemerintah. Di samping itu, investasi, konsumsi dan daya beli masyarakat menjadi tertekan.
Selain itu, jika krisis 2008 banyak berdampak ke masyarakat kalangan menengah dan menengah ke atas, wabah covid-19 juga mempengaruhi hampir seluruh segmen masyarakat, termasuk masyarakat menengah ke bawah.
Meski demikian, Indonesia termasuk salah satu negara yang ekonominya diprediksi masih mampu tumbuh positif tahun ini.
Oleh karenanya, Chatib mengapresiasi langkah pemerintah yang saat ini fokus dalam penanganan dan pencegahan virus corona. Menurutnya, tiga fokus pemerintah yang harus dilakukan adalah penanganan kesehatan, bantuan sosial dan membantu keberlangsungan dunia usaha.
"Dalam jangka pendek, kebijakan fiskal harus ke sektor kesehatan," katanya.
Chatib menuturkan, salah satu konsekuensi dalam pencegahan penyebaran Covid-19 adalah penerapan PSBB atau social distancing, sehingga pemerintah harus memberikan perlindungan sosial dalam bentuk kompensasi. Jika tidak, maka aturan PSBB atau social distancing tidak dapat berjalan.
Selain itu, kondisi dunia usaha yang sulit saat ini akan menyebabkan tingginya PHK. Chatib memperkirakan dalam 6 bulan ke depan, akan banyak perusahaan yang tidak mampu membayar angsuran. Jadi penting bagi pemerintah memberikan relaksasi kepada dunia usaha.