Bisnis.com, JAKARTA - Adanya rencana penghentian sementara operasi kereta rel listrik (KRL) yang dikelola PT Kereta Commuterline Indonesia (KCI) di wilayah Jabodetabek dinilai sebagai langkah kurang tepat. Pasalnya, masih ada pegawai yang harus bekerja di kantor meski ada pembatasan sosial berskala besar.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan permasalahan utama ramainya masyarakat beraktivitas karena masih ada banyak perusahaan di DKI Jakarta yang mengharuskan pekerja datang ke kantor. Padahal, protokol kesehatan sesuai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah dijalankan guna memutus penyebaran virus Corona.
"PT KCI pasti akan siap mengikuti aturan atau arahan pemerintah pusat atau pemda yang telah diberi status PSBB. Namun,untuk KRL harus diputuskan satu kesatuan wilayah Jabodetabek bukan masing-masing wilayah PSBB," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (16/4/2020).
Di sisi lain, Djoko mengatakan masih banyaknya masyarakat yang menggunakan KRL tidak dapat menjadi justifikasi terhadap KCI sebagai operator. Pasalnya, harus disisir perusahaan-perusahaan yang mungkin masih beroperasi di luar dari yang diizinkan Gubernur DKI Jakarta.
Dia menegaskan sektor hulu sekaligus permintaan KRL juga harus dikendalikan. Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian No.4/2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 juga dinilai turut mengacaukan suasana PSBB.
Akibatnya, banyak pabrik dan industri termasuk 200 industri non-esensial tetap beroperasi. Kemudian, Pemprov beserta Pemkot dan Pemkab harus konsisten dengan keputusannya dan saling dukung. Djoko mengingatkan agar peristiwa kerumunan di stasiun Bodetabek pada hari kerja pertama PSBB tidak terjadi lagi.
Baca Juga
Dia menjelaskan jika terjadi penghentian operasi KRL Jabodetabek akan ada 7.000 orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ada sejumlah 7.000 orang itu pegawai outsourching di PT KCI. Apakah ada pemda atau pemerintah menanggung biaya hidupnya selama tidak dioperasikannya KRL tersebut," katanya.
Djoko menyatakan ketika KRL tetap beroperasi juga tidak merugikan negara, karena ongkos kerjanya sudah dianggarkan dalam bentuk subsidi public service obligation (PSO), seperti halnya juga terjadi pada Bus TransJakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.
"Sudah diatur supaya orang antre di luar stasiun demi tercapainya physical distancing, ternyata gaduh termasuk para pejabatnya. Sebenarnya yang harus dihentikan adalah kegiatannya dan bukan transportasi," katanya.
Selain itu, PT KCI sebenarnya dapat menambah kereta dengan cara memperpendek headway dan memperpanjang jam operasi, waktu operasi dapat diubah menjadi pukul 05.00 -19.00 WIB.
Saat ini, kapasitas KRL pada jam sibuk dengan headway 5 menit sekitar 17.000 penumpang di saat PSBB, terutama jalur Bogor - Jakarta. Pada saat yang sama di lintas itu lebih dari 35.000 penumpang yang akan menggunakan KRL. Dengan demikian, kapasitas ini hanya bisa menampung kurang dari 50 persen pengguna KRL.
"Jika ditutup, bagaimana warga yang masih tetap bekerja di Jakarta, mau gunakan angkutan apa, apa ada yang mau siapkan kendaraan umum," ujarnya.