Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pariwisata Nasional Alami Lompatan Besar Usai Pandemi? Ini Solusinya

Pariwisata ini jangan hanya sekadar mengejar kuantitas berapa banyak jumlah turis yang datang tetapi lebih kepada kualitas.
Suasana Taman Wisata Candi Prambanan di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (20/3/2020). Pihak PT Taman Wisata Candi (TWC) menutup sementara Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko menutup sementara dari hari Jumat (20/3/2020) hingga Minggu (29/3/2020) untuk mencegah penyebaran virus Corona atau COVID-19 di destinasi pariwisata. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Suasana Taman Wisata Candi Prambanan di Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (20/3/2020). Pihak PT Taman Wisata Candi (TWC) menutup sementara Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko menutup sementara dari hari Jumat (20/3/2020) hingga Minggu (29/3/2020) untuk mencegah penyebaran virus Corona atau COVID-19 di destinasi pariwisata. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dapat memperbaiki orientasi pariwisata nasional saat sektor ini terpukul akibat pandemi Covid-19.

Dalam kondisi serba tertekan, pemerintah sebenarnya dapat fokus memperbaiki orientasi pariwisata di Indonesia sehingga ketika pandemi ini mereda dan industri kembali menggeliat, akan ada lompatan besar dalam industri pariwisata di Indonesia.

Ketua Ikatan Cendekia Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari mengatakan, pemerintah harus melakukan reorientasi pariwisata.

Sebab, paradigma pariwisata di dunia saat ini telah bergeser dari paradigma lama yang berfokus pada eksplorasi alam yaitu sun, sand, dan sea, menjadi selaras dengan alam yaitu serenity, spirituality, dan sustainability.

“Pariwisata ini jangan hanya sekedar mengejar kuantitas berapa banyak jumlah turis yang datang tetapi lebih kepada kualitas. Berapa lama turis menghabiskan waktu untuk berlibur di Indonesia dan berapa besar uang yang dia keluarkan untuk berwisata karena pariwisata ini salah satu sumber devisa terbesar di Indonesia,” ujarnya, belum lama ini. 

Menurutnya, jika hanya mengejar kuantitas, sedangkan kualitas tidak diperhatikan, maka akan percuma, sebab turis yang datang hanya sebentar dan tidak ada keinginan untuk kembali.

Namun, jika wisata yang diangkat lebih menghadirkan keunikan, otentisitas, dan keselarasan dengan alam untuk mencari ketenangan diri (serenity), kedamaian batin (spirituality), dan kualitas berkelanjutan (sustainability), maka turis akan betah berlama-lama  dan dapat kembali lagi.

“Dalam kondisi saat ini, justru waktunya pemerintah untuk menggeser paradigma wisata dari yang hanya sekedar menonjolkan keindahan alam, menjadi selaras dengan alam. Bagaimana agar turis itu dapat benar-benar menikmati makna dari alam itu sendiri,” tuturnya.

Selain itu, pemerintah juga harus menggenjot daya saing wisata yang saat ini masih lemah yaitu healty and hygiene, safety and security, environmental sustainability, serta tourist service infrastructure.

Hal lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah melakukan disinfektan pada seluruh destinasi wisata termasuk akomodasi dan hotel sehingga akan kembali menimbulkan kepercayaan dari para wisatawan bahwa seluruh destinasi dan akomodasi pariwisata di Indonesia terbebas dari sumber Covid-19.

Di samping itu, dalam mengangkat destinasi wisata, Azril menyarankan pemerintah agar tidak menggunakan istilah Bali Baru. Pasalnya, masing-masing destinasi wisata memiliki keunikannya masing-masing sehingga harusnya pemerintah lebih menonjolkan otentisitas dan keunikan dari destinasi wisata tersebut sesuai dengan kearifan lokal.

Sebut saja Candi Borobudur sebagai tempat ibadah terbesar bagi agama Budha. Namun sayang, pamornya kalah dibandingkan dengan Angkor Wat. Seharusnya, pemerintah lebih menonjolkan otentisitas dari Candi Borobudur tersebut sebagai tempat orang beribadah sehingga wisatawan tidak hanya disajikan patung dan batu semata.

Selain itu, perlu juga memanfaatkan teknologi 4.0 seperti teknologi suara dan pencahayaan seperti halnya sound and light yang ada di Piramida Mesir sehingga wisatawan dapat memahami cerita dari sejarah Borobudur tersebut.

“Kita harus manfaatkan teknologi karena kalau hanya melihat batu dan diceritakan oleh pemandu wisata tentu sensasinya akan berbeda ketika dikisahkan melalui teknologi laser dan suara yang dapat disaksikan pada malam hari,” tuturnya.

Setelah memperbaiki orientasi dan kemasan dari destinasi, baru kemudian dapat fokus pada promosi dan pemasaran. Sebab, sambungnya, sejak zaman Menteri Pariwisata sebelumnya yaitu Arief Yahya, biaya untuk promosi dan marketing destinasi wisata terbilang sudah cukup besar.

Namun, akan menjadi sia-sia ketika promosi begitu jor-joran tetapi tidak diimbangi dengan pengemasan destinasi wisata yang menarik.  “Tidak perlu marketing dulu, yang penting benahi destinasi wisata dan tampilkan keunikan serta keotentikannya yang tidak dimiliki oleh destinasi wisata di negara lain,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper