Bisnis.com, JAKARTA – Bank of Korea (BOK) memutuskan tidak mengubah suku bunga acuan dan mengambil pendekatan wait and see setelah menggelontorkan stimulus bulan lalu untuk meredam dampak virus corona terhadap perekonomian.
Bank sentral Korea Selatan tersebut mempertahankan suku bunga 7-day repurchase rate di level 0,75 persen pada hari Kamis (9/4/2020). Langkah ini sejalan dengan proyeksi sembilan dari 17 analis yang disurvei oleh Bloomberg. Sisanya memperkirakan penurunan 25 basis poin.
BOK menahan laju kebijakannya setelah bulan lalu menurunkan suku bunga ke rekor terendah dan menyuntikkan likuiditas tanpa batas ke pasar. Pemerintah Korea Selatan juga meluncurkan stimulus fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Meskipun prospek pertumbuhan menunjukkan perlunya penurunan suku bunga lanjutan, penurunan darurat 50 basis poin, ditambah dengan kekhawatiran yang masih ada tentang risiko ketidakseimbangan keuangan di antara beberapa anggota, menahan laju penurunan suku bunga lebih lanjut," ungkap ekonom Barclays Bank, Angela Hsieh, seperti dikutip Bloomberg.
Hsieh menambahkan, bank sentral akan lebih memilih untuk mempertahankan ruang kebijakan jika kondisi memburuk.
Namun, memburuknya penyebaran virus corona yang menekan perekonomian Korsel. Jeda BOK dalam penurunan suku bunga diperkirakan tidak berlangsung lama. Sekitar setengah dari analis yang disurvei memperkirakan bank sentral akan memangkas suku bunga. Adapun sebagian di antara yang memperkirakan mempertahankan suku bunga memproyeksikan adanya pemangkasan pada bulan Mei.
Meskipun kasus-kasus virus corona terus melambat di Korea Selatan dan di China, kejelasan pemulihan permintaan global masih tidak bisa diprediksi karena besar perekonomian dunia terhenti. Pemerintah Korsel juga memperluas aturan pembatasan sosialnya sebagai pencegahan terhadap gelombang kedua dari penyebaran virus corona.
Banyak ekonom memperkirakan perekonomian Korsel akan tumbuh pada laju terlemah sejak krisis keuangan Asia dua dekade lalu, atau bahkan terkontraksi. Laporan terbaru menunjukkan penjualan ritel Korsel, kepercayaan konsumen, dan investasi melemah.
Selain itu, kontraksi ekspor diperkirakan semakin dalam karena pandemi Covid-19 membuat rantai pasok global kacau balau dan mengganggu permintaan secara keseluruhan.