Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asaki: Volume Produksi Turun, Tarif Gas Harus Turun

Asosiasi Aneka Keramik (Asaki) mendesak pemerintah untuk menepati janji penurunan tarif gas ke US$6 per MMBtu yang ditetapkan pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2016.
Kerajinan keramik Malang, Jawa Timur./Bisnis-Reni Lestari
Kerajinan keramik Malang, Jawa Timur./Bisnis-Reni Lestari

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Keramik (Asaki) mendesak pemerintah untuk menepati janji penurunan tarif gas ke US$6 per MMBtu yang ditetapkan pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2016.

Ketua Asaki Edy Suyanto mengatakan penurunan tarif gas dapat menyelamatkan pabrikan yang saat ini sedang berencana menurunkan maupun menghentikan produksi. Pasalnya, Edy menghitung biaya gas naik sekitar 20 persen akibat pelemahan kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat sejak awal 2020.

"Kami mohon pada pemerintah, [penurunan tarif gas] ini sangat urgent. Apalagi, tarif gas di India, dari informasi yang kami peroleh, pada awal April malah turun dari US$3,23 per MMBtu jadi US$2,5 per MMBtu," katanya kepada Bisnis, Rabu (1/4/2020).

Edy menambahkan pertumbuhan volume keramik impor dari India sudah sangat mengkhawatirkan yakni tumbuh 12 kali lipat pada 2019 secara tahunan menjadi 1,34 juta meter per segi (sqm). Adapun, volume keramik impor dari Vietnam tumbuh 32 persen.

Dengan kata lain, tarif gas yang dinikmati pabrikan saat ini membuat daya saing keramik nasional rendah baik di pasar lokal maupun global. Selain itu, pabrikan juga sudah berada di zona merah karena dampak naiknya harga gas dari pelemahan kurs tidak bisa dikenakan pada konsumen di era penyusutan pasar saat ini.

Edy berujar susutnya pasar sejak awal tahun juga membuat ruang di gudang industri maupun distributor saat ini penuh. Pasalnya, konsumen memilih wait-and-see pada awal tahun lantaran isu penurunan tarif gas pada awal kuartal II/2020 dan permintaan lokal dan global anjlok saat wabah COVID-19 menyerang.

Oleh karena itu, Edy telah menyampaikan kepada Kementerian Perindustrian bahwa sudah ada dua pabrikan keramik di Jawa bagian Barat dan satu pabrikan di Jawa Bagian Timur yang menurunkan kapasitas produksi. Edy meramalkan pabrikan lain akan menyusul penurunan kapasitas produksi dalam waktu dekat.

Melihat keadaan tersebut, Edy berujar telah meminta dua hal kepada Kemenperin. Pertama, membantu memfasilitasi peniadaan pembelian minimum gas dengan PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. (PGN) selama April-Juli.

Kedua, pengeluaran India dan VIetnam dari negara yang dikecualikan dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMPT). Edy menjelaskan saat ini proses pengeluaran tersebut sedang menunggu penerbitan peraturan mengeri keuangan (PMK).

Walaupun kedua hal tersebut dipenuhi, Edy tetap meramalkan volume produksi hingga akhir tahun akan terkontraksi setidaknya 20 persen secara tahunan. Sementara itu, utilitas pabrikan diproyeksikan akan lebih rendah dari posisi 55 persen pada 2018 atau di level 50 persen.

Seperti diketahui, pabrikan keramik nasional pada tahun lalu berhasil menjaga utilitas di sekitar level 65 persen. Adapun, volume keramik yang dihasilkan mencapai 352 juta sqm dengan kapasitas terpasang mencapai 540 juta sqm.

"Maka dari itu, yang kami ingatkan adalah [janji penurunan] tarif gas. Kami tidak bisa salahkan pemerintah [hilang fokus], karena [wabah] COVID-19 mendadak. Ini semacam friendly reminder bahwa industri harus hidup," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper