Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Maju Mundur BMAD Keramik, Produsen Kewalahan Hadapi Produk Impor Murah

Hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang membeberkan bukti praktik dumping keramik asal China sudah dikluarkan sejak 2 Juli 2024 lalu.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto menyampaikan pemaparan  saat acara Bisnis Indonesia Forum (BIF) di Jakarta, Jumat (9/8/2024). Acara yang bertema Manufaktur Digerogoti Barang Impor, Bagaimana Solusinya ? itu membahas mengenai berbagai isu terkini mengenai industri manufaktur saat ini. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto menyampaikan pemaparan saat acara Bisnis Indonesia Forum (BIF) di Jakarta, Jumat (9/8/2024). Acara yang bertema Manufaktur Digerogoti Barang Impor, Bagaimana Solusinya ? itu membahas mengenai berbagai isu terkini mengenai industri manufaktur saat ini. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) menagih kepastian bea masuk antidumping (BMAD) atas produk impor asal perusahaan China yang disebut semakin membanjiri pasa dalam negeri. 

Padahal, hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang membeberkan bukti praktik dumping keramik asal China sudah dikluarkan sejak 2 Juli 2024 lalu. Hingga saat ini, belum ada tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait besaran BMAD yang ditetapkan. 

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan lambatnya penetapan PMK atas BMAD keramik perusahaan China justru dijadikan momentum importir untuk memasukkan produk nya ke pasar domestik sebelum aturan tersebut diterapkan.

"Tentunya memberi peluang bagi para importir untuk terus melakukan kegiatan importasi dengan jumlah volume impor yang sangat masif di atas angka rata-rata impor sebelumnya," kata Edy, Jumat (6/9/2024). 

Terlebih, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah mengumumkan ke publik terkait tarif BMAD untuk produk ubin keramik impor sebesar 45%-50% pada awal Agustus lalu. 

Edy mencemaskan upaya importir yang akan 'jor-joran' memasukkan produk tersebut ke Tanah Air sampai PMK tarif BMAD dirilis. Hal ini justru membuat kebijakan BMAD tidak efektif untuk beberapa bulan ke depan. 

Berdasarkan catatan Asaki, volume impor dari China pada semester 1/2024 mengalami kenaikan sebesar 11,6% menjadi 34,9 juta meter persegi.

"Kami telah menyurati Ibu Menteri Keuangan [Sri Mulyani], yang meminta atensi dan keseriusan serta mendesak gerak cepatnya Ibu Menteri Keuangan terkait Penetapan PMK BMAD ubin keramik asal RRT," tuturnya. 

Menurut dia, praktik dumping produk impor ubin keramik asal China menjadi penyebab utama kinerja industri keramik nasional turun dari tahun ke tahun. Kondisi ini terlihat dari turunnya utilisasi keramik nasional semester I/2024 di level 62% turun dari tahun 2023 sebesar 69% dan tahun 2022 di level 78%. 

Selain itu, terjadi defisit transaksi ekspor dan impor keramik 5 tahun terakhir sebesar US$1,24 miliar pada periode 2018-2023. Padahal, industri keramik memiliki kapasitas produksi 625 juta meter persegi per tahun yang mampu memenuhi semua kebutuhan keramik dalam negeri.

Bahkan, terdapat lebih dari 6 perusahaan dalam waktu beberapa tahun terakhir yang terpaksa menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya sehingga menyebabkan terjadinya perumahan dan PHK tenaga kerja.

"Kami menyayangkan seharusnya pemerintah dalam hal ini Kemenkeu bisa mengutamakan kepentingan industri nasional yang saat ini sedang terpuruk dan terlihat jelas dari angka PMI Juli dan Agustus ini yang kontraksi," terangnya. 

Kendati tertekan produk impor murah, pihaknya masih optimistis untuk menargetkan peningkatan utilisasi produksi ke level 65%-67% hingga akhir 2024, meski lebih rendah dari target sebelumnya 70% tahun ini. 

Lebih lanjut, Edy membidik utilisasi produksi keramik nasional dapat mencapai 80% pada tahun depan dan meningkat ke level 90% pada 2026 apabila kebijakan BMAD keramik asal China diberlakukan dengan tarif 70%-80%. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Thomas Mola
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper