Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan penambang nikel pesimistis produksi nikel sepanjang tahun ini dapat sesuai yang ditargetkan mencapai 25 juta ton.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambangan Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan merebaknya wabah virus corona (Covid-19) di sejumlah negara termasuk Indonesia turut berdampak pada penambang nikel.
Dia mengungkapkan saat ini tak banyak pelaku usaha yang menambang bijih nikel sehingga produksinya mengalami penurunan.
"Turun banget, malah sekarang hampir seluruh tambang lagi stop produksi, tentu karena dampak virus corona ini juga, semua diam, apalagi statement pemerintah stay at home," ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu.
Tahun ini sendiri, produksi tambang bijih nikel ditargetkan mencapai 25 juta ton. Namun, karena adanya wabah Corona, diproyeksikan tak mencapai target tersebut.
Kendati demikian, pihaknya belum dapat membeberkan lebih detail seberapa besar penurunan produksi bijih nikel dari yang ditargetkan ini.
Baca Juga
Meidy akan mendata terlebih dahulu Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) produksi nikel beserta perubahannya akibat pandemi Covid-19 ini.
"Perusahaan tambang nikel tengah meliburkan karyawan karena Corona, mereka pada takut," katanya.
Meidy mengungkapkan selain wabah corona, banyaknya tambang nikel yang tak beroperasi juga dikarenakan para penambang yang tengah menunggu janji pemerintah untuk mengeluarkan aturan tata niaga nikel domestik. Beleid ini ditargetkan dapat keluar pada April mendatang.
Aturan tersebut nantinya mengatur ketentuan harga patokan mineral (HPM) bijih nikel domestik.
"Semenjak ekspor bijih nikel kadar rendah dilarang, penambang banyak yang setop produksi, karena harga nikel yang dijual ke smelter sangat rendah dan smelter hanya mau menerima kadar tinggi 1,7 persen ke atas," ucap Meidy.